LAPORAN BESAR EKOLOGI PERTANIAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biologi lingkungan atau yang biasa dikenal dengan ekologi adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang mempunyai hubungan erat dengan lingkungan. Ekologi berasal dari kata oikos yang berarti rumah tangga dan logos yang mempunyai arti ilmu pengetahuan. Jadi, ekologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan keadaan lingkungannya yang bersifat dinamis. Hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya sangat terbatas terhadap lingkungan yang bersangkutan, hubungan inilah yang disebut dengan keterbatasan ekologi. Dalam keterbatasan ekologi terjadi degradasi ekosistem yang disebabkan oleh dua hal yaitu peristiwa alami dan kegiatan manusia. Secara alami merupakan peristiwa yang terjadi bukan karena disebabkan oleh perilaku manusia, sedangkan yang disebabkan oleh kegitan manusia yaitu degradasi ekosistem yang dapat terjadi diberbagai bidang meliputi bidang pertanian, pertambangan, kehutanan, konstruksi jalan raya, pengembangan sumber daya air dan adanya urbanisasi ( ).
Penggunaan lahan pertanian yang beragam secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap lingkungan di sekitarnya, salah satunya suhu lingkungan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Rai (1998), bahwa suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari tanaman.
Dalam mempelajari ekologi pertanian, dipelajari juga mengenai keanekaragaman makhluk hidup. Keanekaragaman ini terjadi karena faktor lingkungan, makhluk hidup akan cenderung mencari lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya. Maka dari itu makhluk hidup di setiap tempat berbeda-beda. Dalam proses pembelajaran ekologi pertanian ini dilakukan pengamatan di dua daerah yang kondisinya berbeda, yaitu di daerah Cangar dan Jatikerto.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh faktor abiotik terhadap vegetasi?
2. Bagaimana pengaruh faktor biotik dan abiotik tanah terhadap tanaman?
3. Bagaimana peran arthropoda terhadap ekosistem?
4. Bagaimana pengaruh perlakuan lingkungan terhadap tanaman?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap vegetasi didaerah Cangar dan Jatikerto?
2. Mengetahui pengaruh faktor biotik dan abiotik tanah terhadap tanaman didaerah Cangar dan Jatikerto?
3. Dapat mengerti peran arthropoda terhadap ekosistem didaerah Cangar dan Jatikerto?
4. Mengetahui pengaruh perlakuan air dan cahaya terhadap tanamandidaerah Cangar dan Jatikerto?
1.4 Manfaat Hasil Penulisan
Studi lapang ekologi pertanian memiliki beberapa manfaat, yaitu:
1. Menambah pengalaman dalam menganalisis vegetasi yang ada di Cangar dan Jatikerto
2. Mahasiswa mengerti pengaruh faktor abiotik terhadap vegetasi.
3. Mahasiswa mengerti pengaruh faktor biotik dan abiotik tanah terhadap tanaman.
4. Mahasiswa mengerti peran arthropoda terhadap ekosistem.
5. Mahasiswa mampu memahami pengaruh perlakuan lingkungan terhadap tanaman.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ekologi dan Ekologi Pertanian
Ekologi merupakan gabungan dari dua kata dalam Bahasa Yunani yaitu oikos berarti rumah dan logos berarti ilmu atau pelajaran. Secara etimologis ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dan rumah tangganya. Dengan kata lain defenisi dari ekologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Berdasarkan defenisi di atas maka yang dimaksud dengan Ekologi Tanaman adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara tanaman (tumbuhan yang dibudidayakan) dengan lingkungannya. Lingkungan hidup tanaman dibagi atas dua kelompok yaitu lingkungan biotik dan abiotik. Dari lingkungan inilah tanaman memperoleh sumberdaya cahaya, hara mineral, dan sebagainya. Kekurangan, kelebihan atau ketidakcocokkan akan menyebabkan terjadinya cekaman (stress) pada tanaman (Chairani, 2009).
Sedangkan pertanian bisa diartikan sebagai kegiatan bercocok tanam pada lingkungan tertentu.Jadi, ekologi pertanian adalah ilmu yang mempelajari tentang makhluk hidup dan lingkungan budi daya tanaman yang diusahakan oleh manusia. Sedangkan ekologi pertanian organik menggambarkan bahwa hubungan antara makhluk hidup dan lingkungan pertanaman berjalan selaras dengan fitrah alam (back to nature).Pertanian organik merupakan system pertanian ramah lingkungan yang dipercaya mampu mewujudkan pertanian yang berkelanjutan, karena sistem pertanian ini didasarkan pada prinsip ekologi pertanian atau ekologi lingkungan (Bargumono, 2012).
2.2 Prinsip Ekologi
1. Memperbaiki kondisi tanah agar bisa menguntungkan pertumbuhan tanaman. Kegiatan yang paling utama adalah pengelolaan bahan organik untuk meningkatkan kegiatan komponen biotik dalam tanah.
2. Mengoptimalkan ketersediaan serta keseimbangan unsur hara di dalam tanah.Misalnya melalui fiksasi nitrogen, penambahan dan daur pupuk dari luar usaha tani.
3. Mengelola iklim mikro agar kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dapat dibatasi. Misalnya dengan pengelolaan air dan pencegahan erosi.
4. Kehilangan hasil panen akibat gangguan hama dan penyakit dibatasi dengan upaya preventif melalui perlakuan yang aman.
5. Pemanfaatan sumber kekayaan genetika dalam sistem pertanaman terpadu (Bargumono, 2012).
2.3 Pengertian Ekosistem Alamidan Ekosistem Buatan
Ekosistem alami merupakan ekosistem yang terbentuk secara alami tanpa ada campur tangan manusia. Contoh ekosistem alami antara lain : Ekosistem Hutan Tropis, Danau, Mangrove, dan Savana. Ekosistem buatan merupakan ekosistem yang terbentuk dari hasil rekayasa manusia untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan hidup penduduk yang jumlahnya terus meningkat (Resosoedarmo, 1985).
2.4 Pengaruh Faktor Abiotik (Lingkungan) terhadap Vegetasi Tanaman
2.4.1 Cahaya
Kualitas cahaya matahari berhubungan dengan panjang gelombang cahaya. tosintesis menggunakan cahaya matahari dengan kisaran dan warna violet dengan uang gelombang sekitar 380 nm sampai merah dengan panjang gelombang sekitar nm. Cahaya matahari yang tidak dipergunakan untuk proses fotosintesis akan diteruskan otau dipantulkan oleh daun tanaman. Cahaya matahari dengan panjang gelombang Iebih pendek (cahaya biru sekitar 450 nm) diserap oleh karotenoid dan kiorofil. Untuk cahaya matahani yang Iebih panjang gelombangnya (cahaya merah sekitar 675 nm) hanya diserap oleh klorofil saja (Elisa, 2015).
Klorofil tidak mempergunakan cahaya hijau tetapi cahaya ini dipantulkan, sehingga nampak berwarna hijau.Kualitas cahaya akan menjadi penting hanya jika tanaman ditumbuhkan bawah cahaya buatan. Lampu yang digunakan harus dapat memasok cahaya merah dan biru dalam jumlah yang mencukupi. Tanaman sayur yang ditumbuhkan di bawah cahaya yang dominan sinar ultravioletnya, tanaman ini akan kerdil. Cahaya matahari dengan intensitas rendah (dominan cahaya merah) menyebabkan tanaman sayur tinggi dan kurus (Elisa, 2015).
2.4.2 Kelembaban
Kelembaban relatif udara sangat berpengaruh terhadap transpirasi sehingga penting tumbuhan dan perkembangan tanaman sayur. Kelembaban relatif udara yang cenderung meningkatkan transpirasi tanaman sayur. Kelembaban relatif udara menyebabkan transpirasi tanaman sayur rendah, tetapi memiliki pengaruh lain dan kelembaban relatif udara tinggi merupakan kondisi yang sesuai bagi dengan berbagai jenis penyakit dan hama (Elisa, 2015).
Kisaran ideal kelembaban relatif udara bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sayur adalah 70-80%. Pada kisaran kelembaban relatif udara ini penyerapan unsur akar tanaman dapat berlangsung optimal dan gangguan hama serta penyakit dapat terkendali. Akan tetapi pada kelembaban relatif udara kurang dari 40% evapotranspirasi akan berlebihan sehingga tanaman sayur akan tampak Iayu (Elisa, 2015).
2.4.3 Suhu
Suhu udara merupakan salah satu faktor penting yang menentukan jenis tanaman sayur yang akan dibudidayakan di suatu tempat. Suhu udara mempengaruhi semua aktivitas fisiologis melalui laju reaksi biokimiawi. Setiap proses fisiologi, seperli fotosintesis atau respirasi, mempunyai batas suhu di atas dan di bawah suhu optimum untuk mencapai laju reaksi maksimum. Sebagian besar reaksi biokimiawi dikendalikan oleh enzim dan laju aktivitas enzim poda setiap proses reaksi merupakan fungsi dan suhu (Elisa, 2015).
Laju reaksi dan sebagian besar reaksi kimia menjadi dua kali setiap kenaikan suhu 10°C sampai sekitar 2030°C. Di atas suhu ini, reaksi biokimiawi menurun karena secara perlahan - lahan enzim mengalami denoturai atau menjadi tidak aktif. Selain proses biokimiawi, proses yang dipengaruhi oleh suhu adalah solubilitas gas, absorpsi mineral dan air. Suhu udara juga mempengaruhi pembungaan dan viabilitas pollen, pembentukan buah, keseimbangan hormon, laju pemasakan dan penuaan, kualitas, hasil, dan Iamanya produk layak untuk dikonsumsi (Elisa, 2015).
2.4.4 Air
Air merupakan salah satu faktor utama yang diperlukan dalam budidaya tanaman sayur. Terlalu banyak atau terlalu sedikit air yang diberikan pada tanaman sayur akan membahayakan tanaman tersebut. Apabila semua pori tanah terisi dengan air maka akan menyebabkan kelebihan air sehingga akar tanaman tidak dapat memperoleh oksigen dalam jumlah yang cukup untuk respirasi akar. Hal ini akan menyebabkan akar tanaman kekurangan energi untuk menyerap air dan unsur hara dan dalam tanah. Selain itu, kelebihan air juga akan meningkatkan konsentrasi karbondioksida di dalam tanah karena karbondioksida yarg dihasilkan tanaman melalui respirasi tidak dapat dibebaskan ke udara akibat poni tanah terisi air. Hal mi akan menurunkan permeabilitas membran sel-sel akar untuk menyerap air. Kelebihan air akan Iebih berbahaya pada suhu udara tinggi daripada suhu rendah karena respirasi akar benjalan cepat, kebutuhan air Iebih tinggi dan ketersediaan oksigen yang larut dalam air Iebih rendah (Elisa, 2015).
2.4.5 Ketinggian Tempat
Di daerah tropis secara umum dicirikan oleh keadaan iklim yang hampir seragam. Namun dengan adanya perbedaan geografis seperti perbedaan ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl) akan menimbulkan perbedaan cuaca dan iklim secara keseluruhan pada tempat tersebut, terutama suhu, kelembaban dan curah hujan. Unsur-unsur cuaca dan iklim tersebut banyak dikendalikan oleh letak lintang, ketinggian, jarak dari laut, topografi, jenis tanah dan vegetasi. Pada dataran rendah ditandai oleh suhu lingkungan, tekanan udara dan oksigen yang tinggi. Sedangkan dataran tinggi banyak mempengaruhi penurunan tekanan udara dan suhu udara serta peningkatan curah hujan. Laju penurunan suhu akibat ketinggian memiliki variasi yang berbeda-beda untuk setiap tempat (Sangadji, 2001).
Kemiringan lereng merupakan faktor yang perlu diperhatikan, sejak dari penyiapan lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta pengawetan lahan.Lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau rusak, lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai kemiringan >15% dengan curah hujanyang tinggi dapat mengakibatkan longsor tanah (Kartasapoetra,1990).
2.5 Faktor Abiotik dan Biotik Tanah
2.5.1 Faktor Abiotik
Bentang lahan yang terbentuk sekarang ini merupakan hasil dari integrasi berbagai komponen abiotik seperti iklim, topografi dan tanah; interaksi antar organisme sehingga membentuk pola spasial yang spesifik meskipun dalam kondisi serupa; pola pemukiman dan penggunaan lahan di masa lampai dan sekarang ; dinamika gangguan alam dan suksesi. Levin (1976, dalam Turner et al. 2003) menentukan ada 3 pola umum penyebab pola spasila yaitu (1) keunikan lokal; (2) perbedaan fase atau variasi pada pola spasial yang terbentuk karena adanya gangguan dan (3) dispersi, sehingga bentang lahan didominasi oleh populasi tunggal yang dominan (Retnaningsih, 2011).
2.5.2 Faktor Biotik
Di setiap tempat seperti dalam tanah, udara maupun air selalu dijumpai mikroba. Umumnya jumlah mikroba dalam tanah lebih banyak daripada dalam air ataupun udara. Umumnya bahan organik dan senyawa anorganik lebih tinggi dalam tanah sehingga cocok untuk pertumbuhan mikroba heterotrof maupun autotrof. Keberadaan mikroba di dalam tanah terutama dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika tanah. Komponen penyusun tanah yang terdiri atas pasir, debu, liat dan bahan organik maupun bahan penyemen lain akan membentuk struktur tanah. Struktur tanah akan menentukan keberadaan oksigen dan lengas dalam tanah. Dalam hal ini akan terbentuk lingkungan mikro dalam suatu struktur tanah. Mikroba akan membentuk mikrokoloni dalam struktur tanah tersebut, dengan tempat pertumbuhan yang sesuai dengan sifat mikroba dan lingkungan yang diperlukan. Dalam suatu struktur tanah dapat dijumpai berbagai mikrokoloni seperti mikroba heterotrof pengguna bahan organik maupun bakteri autotrof,dan bakteri aerob maupun anaerob. Untuk kehidupannya, setiap jenis mikroba mempunyai kemampuan untuk merubah satu senyawa menjadi senyawa lain dalam rangka mendapatkan energi dan nutrien. Dengan demikian adanya mikroba dalam tanah menyebabkan terjadinya daur unsur-unsur seperti karbon, nitrogen, fosfor dan unsur lain di alam (Soemarno, 2010).
2.6 Peran Arthropoda Dalam Ekosistem
Tanah merupakan habitat dari bakteri, jamur, serta berbagai macam fauna, seperti nematoda, arthropoda dan cacing tanah (Jeffrey et al, 2010) yang memiliki fungsi khusus dalam ekosistem (Gardi dan Jeffrey, 2009). Di dalam tanah, sebagian besar nutrisi tersedia bagi pertumbuhan tanaman, tergantung dari interaksi antara akar tanaman, mikroorganisme dan fauna tanah (Bonkowski et al, 2000). Organisme tanah juga bermanfaat dalam dekomposisi, siklus hara, menjaga struktur tanah, maupun menjaga keseimbangan organisme tanah, termasuk hama tanaman (Moore dan Walter, 1988). Dengan demikian, peningkatkan biodiversitas dapat membawa manfaat baik secara ekonomi maupun terhadap lingkungan.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Budidaya
3.1.1 Analisa Vegetasi
a. Alat, Bahan, Fungsi
1. Alat
Camera : Untuk dokumentasi
Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
2. Bahan
Tali rafia : Membuat frame plot
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Membuat frame plot pengamatan dengan ukuran diameter terluar 5x5 m di kebun percobaan cangar
Mencatat macam-macam vegetasi pada tiap-tiap plot
` Menghitung jumlah setiap macam vegetasi dalam tiap-tiap plot
Mencatat dan mendokumentasikan hasilnya
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan, antara lain; kamera untuk dokumentasi, alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan, dan tali rafia untuk membuat frame plot. Setelah itu mencatat macam-macam vegetasi dalam plot secara teliti dan benar. Lalu menghitung macam vegetasi yang ada di plot tersebut dan mencatat hasilnya kemudian mendokumentasikan.
3.1.2 Faktor Abiotik
1. Intensitas Radiasi Matahari
a. Alat, Bahan, Fungsi
Alat
Lux Meter : Untuk mengukur intensitas radiasi matahari
Kamera : Untuk dokumetasi
Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
b. Metode (Diagram Alir)
Menyiapkan alat dan bahan
Menggunakan lux meter untuk mengukur intensitas cahaya matahari
Mencatat hasil pengukuran dan mendokumentasikan
d. Analisa Perlakuan
Memastikan bahwa lux meter yang digunakan berfungsi dengan baik. Lalu menggunakan lux meter untuk mengukur intensitas cahaya matahari dengan range 1000 untuk area tanpa naungan dan range 10 untuk yang ternaungi. Kemudian mencatat hasil dan mendokumentasikan.
2. Kelembaban Udara
a) Alat, Bahan, Fungsi
Thermohigrometer : Untuk mengukur suhu dan kelembaban (relative humidity – RH) pada area.
b) Metode (Diagram Alir)
Menyiapkan alat dan bahan
Menancapkan sebagian dari termohigrometer dalam tanah
Menunggu beberapa saat hingga terjadi fluktuasi suhu pada skala di termohigrometer
` Mencatat hasil dan mendokumentasikan
c) Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan lalu menguji apakah alat tersebut dapat berfungsi dengan baik. Setelah mendapatkan hasil pengukuran kemudian mencatat hasil dan mendokumentasikan.
3. Suhu Udara
a. Alat, Bahan, Fungsi
Thermohigrometer : untuk mengukur suhu dan kelembaban (relative humidity – RH) pada area.
b. Metode (Diagram Alir)
Menyiapkan alat dan bahan
Menancapkan sebagian dari termohigrometer dalam tanah
Menunggu beberapa saat hingga terjadi fluktuasi suhu pada skala di termohigrometer
Mencatat hasil dan mendokumentasikannya
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan menguji apakah alat tersebut dapat berfungsi dengan baik. Melakukan pengukuran suhu kemudian setelah didapatkan hasilnya mencatat hasil dan mendokumentasikan.
3.2 Tanah
3.2.1 Faktor Abiotik
1. Suhu Tanah
a. Alat, Bahan, Fungsi
a. Termohygrometer : Untuk mengukur suhu
b. Stopwatch : Untuk menghitung waktu pengamatan
c. Tisu : Untuk membersihkan thermohigrometer
d. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
e. Kamera : Untuk dokumentasi
b. Metode
Siapkan alat dan bahan
Buat lubang pada tanah untuk tempat menancapkan termohigrometer
` Bersihkan termohigrometer dengan tisu
Kocok-kocok termohigrometer agar raksanya naik
Tancapkan termohigrometer ke dalam tanah selama 15 menit
Catat dan dokumentasikan hasilnya
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan. Kemudian buat lubang pada tanah untuk tempat menancapkan thermohigrometer, sebelum ditancapkan bersihkan thermohigrometer terlebih dahulu. Selanjutnya, kocok-kocok thermohigrometer agar raksanya naik, tancapkan ke dalam tanah selama 15 menit. Terakhir catat hasil pengukuran suhu yang didapatkan.
2. Seresah
a. Alat, Bahan, Dan Fungsi
1. Penggarisbesi : Untuk mengukur ketebalan seresah
2. Tali rafia 50 x 50 cm : Untuk membuat plot
3. Kamera : Untuk dokumentasi
4. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
b. Metode
Siapkan alat dan bahan
Ukur 10 Sampel (8 titik pada tiap sudut plot, 1 titik tengah, dan titik 1 letaknya bebas)
Lalu pada tiap titik diletakkan frame dari tali rafia dengan ukuran 50 cm x 50 cm
Ukur seresah diukur menggunakan penggaris besi dengan cara menekan permukaan tanah terlebih dahulu jika seresahnya terlalu tebal
Lakukan di 10 bidang sampel yang lain
Catat dan dokumentasikan hasil pengamatan
c. Analisa Perlakuan
Pada pengamatan atau pengukuran ketebalan seresah ini, yang pertama dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan, lalu ukur 10 sampel ( 8 sudut, 1 tengah, dan 1 bebas ). Selanjutnya ukur seresah menggunakan penggaris besi dengan cara meratakan permukaan seresah saat pengukuran. Lakukan dengan cara yang sama di 10 bidang sampel yang lain. Terakhir catat dan dokumentasikan hasil pengamatan ketebalan seresah.
3. Kegemburan
a. Alat, Bahan, Fungsi
1. Alat
Botol : Untuk wadah air
Kamera : Untuk dokumentasi
Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
2. Bahan
Air : Untuk membasahi tanah
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Mengambil tanah secukupnya dan diletakkan di tangan
Menambahkan air secukupnya sehingga tanah dalam keadaan lembab
Mengamati kegemburan tanah dengan cara meremas – remas tanah
Mencatat dan mendokumentasikan hasilnya
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan. Lalu mengambil sampel tanah secukupnya dan taruh di tangan, tambahkan air secukupnya sehingga tanah yang diambil tadi dalam keadaan lembab. Selanjutnya amati kegemburan tanah dengan cara meremas-remas tanah yang telah dibasahi tadi. Terakhir catat da dokumentasikan hasilnya.
3.2.2 Faktor Biotik
Biota Tanah
a. Alat, Bahan, Fungsi
Alat
Cetok : Untuk menggali tanah
Penggaris : Untuk mengukur lebar dan kedalaman lubang pada tanah
Kamera : Untuk dokumentasi
Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
a. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Membuat lubang berbentuk persegi dengan ukuran 50 cm dengan kedalaman 20 cm
untuk mengetahui kehidupan organisme dalam tanah
Menggali tanah yang akan dijadikan sampel pengamatan
Mencari apa saja kehidupan organisme dalam tanah dan mengamati jumlah organisme pada tiap kedalaman galian
Mencatat hasil pengamatan dan mendokumentasikan
b. Analisa Perlakuan
Pada pengamatan biota tanah ini, yang pertama dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Kemudian membuat lubang dengan rusuk 50 cm dan kedalaman 20 cm. selanjutnya, untuk mengetahui organism atau makhluk hidup apa saja yang terdapat dalam tanah yang akan dijadikan sampel pengamatan. Lalu, cari apa saja organism yang terdapat di dalamnya dan hitung jumlahnya. Terakhir amati dan cata hasil serta dokumentasikan.
3.2.3 Faktor Pohon ( Tahunan )
a. Alat, Bahan, Fungsi
Alat
Klinometer : Untuk mengukur sudut
Meteran jahit : Untuk mengukur DBH, lebar kanopi, dan jarak
Kamera : Untuk dokumentasi
Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Meletakkan ujung busur tepat di depan mata dengan mengarahkan ujung lain busur ke puncak benda
Melihat sudut yang ditunjukkan dari hasil pengamatan yang dilakukan pada busur
Memperhatikan jarak antara pengamat dan pohon yaitu 10 m
Mencatat hasil pengamatan dan mendokumentasikan
c. Analisis Perlakuan
Mempersiapkan alat dan bahan guna terlaksananya praktikum. Meletakkan ujung busur tepat di depan mata serta meletakkan ujung busur lainnya pada puncak pohon yang diamati. Kemudian, melihat sudut yang ditunjukkan dari hasil pengamatan yang berada pada busur tersebut. Setelah itu memperhatikan jarak antara pengamat dan pohon yaitu 10 meter. Dan yang terakhir mencatat hasil pengamatan kemudian mendokumentasikannya.
3.3 Arthopoda
3.3.1 Sweepnet
a. Alat, Bahan, Fungsi
1. Alat
Sweepnet : Alat untuk menangkap hama yang mempunyai sayap
Kamera : Untuk dokumentasi
Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
Spidol permanen : Untuk menamai hama di plastik
1. Bahan
Kapas : Alat untuk mengawetkan serangga dengan alkohol
Alkohol : Untuk mengawetkan serangga
Plastik : Sebagai wadah hama yang telah ditangkap
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Melakukan proses sweeping pada plot yang di sediakan
Mengambil hama yang terperangkap di sweepnet
Memasukkan hama pada plastik
Mencatat dan mendokumentasikannya
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan antara lain; sweepnet untuk menangkap serangga, plastik untuk menyimpan serangga, spidol permanan untuk memberi label pada plastik, kapas dan alkohol untuk mengawetkan serangga. Kemudian mulai melakukan proses sweeping pada plot yang telah di tentukan. Sebelumnya plot sudah di ukur terlebih dahulu berapa ukurannya. Penggunaan sweepnet yaitu dengan mengayunkan 3 kali ayunan dengan berjalan lurus membentuk huruf U sepanjang plot. Hama yang terperangkap langsung dimasukkan ke dalam plastik yang sudah ada alkoholnya. Mencatat dan mendokumentasikan.
3.3.2 Yellow Trap
a. Alat, Bahan, Fungsi
1. Alat
Kamera : Untuk dokumentasi
Kertas warna kuning : Sebagai perangkap hama
Perekat : Untuk menangkap hama agar tidak lepas
2. Bahan
Kapas : Alat untuk membius hama dengan alkohol
Alkohol : Untuk mengaetkan serangga
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Memasang trap sehari sebelum praktikum
Mengamati hama yang terjebak di yellow trap
Mencatat dan mendokumentasikannya
c. Analisa Perlakuan
Pemasangan yellow trap dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan praktikum lapang pada masing-masing lahan yang akan diamati. Serangga yang terperangkap pada trap diambil dan dimasukkan pada fial film/plastic. Setelah itu catat hasilnya dan dokumentasikan hasil serangga atau hama yang terperangkap.
3.3.3 Pit fall
a. Alat, Bahan, Fungsi
1. Alat
Gelas plastik : Sebagai wadah air detergent
Kamera : Untuk dokumentasi
Plastik : Sebagai wadah hama yang terperangkap
Bahan
2. Air : Untuk membuat cairan sabun
Detergen : Untuk meningkatkan tegangan permukaan air
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Memasang perangkap yang dilakukan sehari sebelumnya
Melihat hasil serangga yang terperangkap di dalamnya
Memasukkan ke dalam plastik
Mencatat dan mendokumentasikan
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan berupa gelas plastik untuk tempat air detergen, air detergen untuk meningkatkan tegangan permukaan, plastik untuk menyimpan serangga hasil dari jebakan pit fall. Kemudian melihat hasil serangga yang terperangkap dalam pitfall, amati secara teliti agar tidak ada kesalahan saat mencatat data. Setelah itu dokumentasi hasilnya dan mencatat hasil yang di dapat.
3.4 Pengaruh Perlakuan Lingkungan Terhadap Tanaman
3.4.1 Pemberian Air
a. Alat,Bahan,Fungsi
1. Alat
Polly bag : Untuk wadah tanah
Gelas plastik : Alat untuk menyiram tanaman
Penggaris : Untuk mengukur tinggi tanaman
Alat Tulis : Untuk mencatat hasil pengukuran
2. Bahan
Tanah : Sebagai tempat tumbuh tanaman
Air : Untuk menyiram tanaman
Benih Jagung : Sebagai objek pengamatan
Benih Kangkung : Sebagai objek pengamatan
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Mengisi polly bag dengan tanah
Menanam tanaman yang ditentukan pada tanah yang sudah terisi penuh tanah
Menyiram tanaman setiap hari dan menempatkan tanaman pada glasshouse dan nurseri
Mencatat tinggi dan jumlah daun setiap minggu
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan berupa polly bag sebagai wadah tanaman, gelas plastik sebagai alat untuk menyiram tanaman, penggaris untuk mengukur tinggi tanaman, alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan, setelah itu mengisi tanah secara penuh ke dalam polly bag. Memasukkan benih kangkung dan jagung ke dalam polly bag, isi masing-masing 5 benih pada polly bag. Setelah itu letakkan tanaman di glass house dan nursery dan amati hasilnya.
3.4.2 Cahaya
a. Alat,Bahan,Fungsi
Pollybag : Untuk wadah tanah
Gelas Aqua : Alat untuk menyiram tanaman
Penggaris : Untuk mengukur tinggi tanaman
Alat Tulis : Untuk mencatat hasil pengukuran
Air : Untuk menyiram tanaman
Tanah : Sebagai tempat tumbuh tanaman
Benih Jagung : Sebagai objek pengamatan
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Mengisi polibag dengan tanah
Menanam tanaman yang telah ditentukan pada polly bag yang sudah diisi tanah
Menyiram tanaman setiap hari dan menempatkan tanaman pada glasshouse dan nurseri
Mencatat tinggi dan jumlah daun setiap minggu
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan, setelah itu mengisi tanah secara penuh ke dalam polibag. Memasukkan benih jagung ke dalam polibag, isi masing-masing polibag dengan 5 benih. Setelah itu taruh tanaman di glass house dan nurseri dan amati hasilnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil Pengamatan
4.1.1Analisa Vegetasi Dan Faktor Abiotik
a. Analisa Vegetasi Tahunan
Tabel.1 Analisa Vegetasi Tahunan
No Spesies Jumlah Foto
1. Sengon putih 7
2. Waru 2
3. Rumput gajah 210
Interpretasi : Pada lokasi Jatikerto Plot 6 vegetasi yang ditemukan adalah tanaman sengon putih berjumlah 7 pohon, tanaman waru berjumlah 2 pohon, tanaman trembesi berjumlah 1 pohon, rumput gajah berjumlah 210 rumput X berjumlah 26 dan tanaman Y berjumlah 1 tanaman.
b. Analisa Vegetasi Semusim
Cangar
Tabel.2 Analisa Vegetasi Semusin
NO SPESIES D1 D2 PETAK KE-
1 2 3 4 5
1. Daucus carota 38 20 38 - 4 17 22
2. Brassica oleracea 36 25 179 92 14 5 4
3. Cynodon dactylon 20 11 16 13 31 4 12
4. Asystasia intrusa 42 29 2 - - - -
5. Agertaum conyzoides 14 13 3 5 6 2 4
6. Galingsoga sp. 22 15 4 5 2 - 2
7. Cyperus rodontus 21 11 10 - - 30 14
Interpretasi : Jumlah tanaman yang mendominasi di kebun percobaan daerah cangar adalah wortel dengan jumlah 314 dan tanaman yang jumlahnya paling sedikit adalah gulma C dengan jumlah 2.
c. Klasifikasi Vegetasi
1. Wortel
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Daucus
Spesies : Daucus carota L.
Gambar 1. Tumbuhan Wortel
2. Brokoli
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Capparales
Famili : Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica oleracea
Gambar 2. Brokoli
3. Cynodon dactylon
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Famili : Poaceae
Genus : Cynodon Rich.
Spesies : Cynodon dactylon
Gambar3. Cynodon dactylon
4. Asystasia intrusa
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Lamiales
Famili : Acanthaceae
Genus : Asystasia
Spesies : Asystasia intrusa
Gambar4. Asystasia intrusa
5. Ageratum conyzoides
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Ageratum
Spesies : Ageratum conyzoides
Gambar 5. Ageratum conyzoides
6. Galingsoga sp.
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Asterales
Famili : Compositae
Genus : Galinsoga
Spesies : Galinsoga sp.
Gambar 6.Galinsoga sp.
7. Cyperus rotundus
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus rotundus
Gambar7. Cyperus rotundus
d. Faktor Abiotik
Tabel.3 Faktor Abiotik
No Lokasi Intensitas Radiasi Matahari Kelembaban Udara Suhu Udara
1. Cangar 349 60% 20,05oC
2. Jatikerto 520 32,1% 32°C
Interpretasi :Intensitas radiasi mataharidi daerah Cangar adalah 349
sedangkan di daerah Jatikerto sebesar 520. Kelembaban udara di daerah Cangar yaitu 60% sedangkan di daerah Jatikerto sebesar 32,1%. Suhu udara di daerah Cangar sebesar 20,05oC sedangkan di daerah Jatikerto 32oC.
4.1.2 Tanah
a. Faktor Abiotik
Suhu Tanah
Tabel.4 Faktor Abiotik Tanah
No Lokasi Suhu Tanah
1. Cangar 20,05
2. Jatikerto 32,1
Interpretasi : Daerah Jatikerto memiliki suhu tanah yang lebih tinggi yaitu 32,1oC jika dibandingkan dengan suhu tanah didaerah cangar yaitu 20,05oC.
Seresah
Tabel.5 Seresah
No Lokasi Titik Pengamatan Ketebalan Seresah
1. CANGAR Titik 1 -
Titik 2 2cm
Titik 3 -
Titik 4 -
Titik 5 -
Titik 6 1cm
Titik 7 0,1cm
Titik 8 -
Titik 9 0,2cm
Titik 10 -
2. JATIKERTO Titik 1 6,41 cm
Titik 2 6,8 cm
Titik 3 4,35 cm
Titik 4 3,35 cm
Titik 5 2,65 cm
Titik 6 -
Titik 7 -
Titik 8 -
Titik 9 -
Titik 10 -
Interpretasi : Pada daerah Cangar, di titik pengamatan 1 tidak ada seresah yang ditemukan. Pada titik 2 ketebalan seresah adalah 2 cm. Pada titik 3, 4, dan 5 tidak ada seresah yang ditemukan. Pada titik 6 ketebalan seresahnya adalah 0,1 cm. Kemudian pada titik 8 tidak ada seresah yang ditemukan. Pada titik 9 ketebalan seresah mencapai 0,2 cm. Dan pada titik 10 tidak ada seresah yang ditemukan. Pada daerah Jatikerto di titik 1 ketebalan seresah mencapai 6,41 cm. Pada titik 2 ketebalan seresah mencapai 6,8 cm. Pada titik 3 ketebalan seresah mencapai 4,35 cm. Pada lokasi 4 ketebalan seresah adalah 3,35 cm. Lalu pada titik 5 ketebalan seresah 2,65 cm. Sedangkan pada titik 6, 7, 8, 9, dan 10 tidak ada seresah yang ditemukan.
Kegemburan
Tabel.6 kegemburan
No Lokasi Kegemburan
1. Cangar Gembur
2. Jatikerto Tidak Gembur
Interpretasi : Pada daerah cangar memiliki tingkat kegemburan yang lebih
tinggi daripada daerah Jatikerto yang relatif tidak gembur.
b. Faktor Biotik
Biota Tanah
Tabel.7 Biota
No Lokasi Spesies Jumlah Peran Dokumentasi
1. Cangar Cacing 1 Menggemburkan tanah
Anjing Tanah 1 Merusak perakaran tanaman
2. JATIKERTO Rayap 1 Menghancur kayu untuk mengembalikannya sebagian unsur hara dalam tanah
Interpretasi : Biota tanah yang ditemukan pada lahan percobaan di cangar lebih banyak dan variatif jika dibandingkan dengan biota tanah yang ditemukan di daerah Jatikerto.
c. Faktor Pohon (Tahunan)
Jatikerto
Tabel.8 Tabel Jatikerto
• No Spesies Pengamatan Tinggi Pohon DBH
(M) Lebar
Kanopi
(M)
Dokumentasi
Sudut
(°) Tinggi Pengamatan
(M) Jarak
(M) Tinggi Pohon
(M)
1. Sengon putih 42 1,6 10 10,6 0,26 1,28
2. Sengon putih 60 1,6 10 18,9 0.432 1,41
3. Sengon putih 65 1,6 10 23 0,488 1,21
4. Sengon putih 65 1,6 10 23 0,285 0
5. Sengon putih 40 1,6 10 9,9 0,755 0,400
6. Sengon putih 38 1,6 10 9,4 0,355 0,100
7. Waru 30 1,6 10 7,37 0,23 0,130
8. Waru 40 1,6 10 9,9 0,155 0,170
9. Sengon putih 60 1,6 10 18,9 0,19 0,134
Interpretasi : Dilokasi Jatikerto plot 6 saat penghitungan tinggi tanaman dengan jarak pengamat 10 m dan tinggi pengamat 1,6m. Didapatkan hasil pengamatan pada pohon sengon putih I yang memiliki sudut 42° didapat hasil perhitungan tinggi pohon 10,6 m,DBH 0,26 dan lebar kanopi 1,28m. Pada pohon trembesi yang memiliki sudut 28° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 8,9m, DBH 1,2 m dan lebar kanopi 0 m.Pada pohon sengon putih II yang memiliki sudut 60° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 18,9m, DBH 0,432 m dan lebar kanopi 1,41 m. Pada pohon Sengon putih III yang memiliki sudut 65° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 23m, DBH 0,488 m dan lebar kanopi 1,21 m. Pada pohon Sengon Putih IV yang memiliki sudut 65° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 23m, DBH 0,285 m dan lebar kanopi 0 m. Pada pohon sengon putih V yang memiliki sudut 40° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 9,9m, DBH 0,755 m dan lebar kanopi 0,40 m. Pada pohon Sengon Putih VI yang memiliki sudut 38° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 9,4 m, DBH 0,355 m dan lebar kanopi 0,10 m. Pada pohon Waru I yang memiliki sudut 30° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 7,37m, DBH 0,23 m dan lebar kanopi 0,130 m. Pada pohon Waru II yang memiliki sudut 40° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 9,9m, DBH 0,155 m dan lebar kanopi 0,170 m. . Pada pohon Sengon Putih VII yang memiliki sudut 60° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 18,9m, DBH 0,19 m dan lebar kanopi 0,134 m.
4.1.3HPT
a. Tabel Pengamatan Arthopoda
Cangar
Tabel.9 Pengamatan Arthopoda Cangar
Jenis
Perangkap Spesies Ordo Jumlah Peran Dokumentasi
YELLOW
TRAP Ngengat Lepidoptera 1 Sebagai hama
Kepik hijau Hemiptera 1 Sebagai hama
Kutu daun Hemoptera 38 Sebagai hama
PITT FALL - - - - -
- - - - -
SWEEPNET - - - - -
- - - - -
Interpretasi : Pemasangan perangkap di Cangar mendapatkan banyak hama pada jenis kutu daun dan hanya mendapat satu ekor ngengat yang terperangkap pada yellow trap namun untuk perangkap lainnya seperti pitfall dan sweep net tidak didapatkan serangga dari jenis manapun.
Jatikerto
Tabel.10 Pengamatan Arthopoda Jatikerto
Jenis
Perangkap Spesies Ordo Jumlah Peran Dokumentasi
Pitt Fall - - - - -
Yellow
Trap Lalat Diptera 5 Sebagai hama yang biasanya menyerang tanaman holtikultura
Sweepnet Kumbang 1 Hama
Belalang 1 Hama
Interpretasi : Pada pemasangan perangkap dijatikerto medapatkan 7 hama
yaitu 5 lalat ada yellow trap, kumbang dan 1 belalang pada sweepnet. Untuk penangkapan hama dengan pitt fall tidak didapatkan hama.
b. Klasifikasi Dan Bioekologi Serangga (Siklus Hidup)
1. Kumbang
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Coccinellidae
Genus : Menochilus
Spesies : Menochilus sexmaculatus
Dimulai dari fase telur yang berlangsung selama 4-5 hari, kemudian masuk fase larva yang berlangsung selama 20-25 hari. Setelah itu larva menjadi pupa selama 4-6 hari. Pupa terbuka dan keluarlah imago kumbang yang biasanya bertahan hidup selama 28-42 hari. Kumbang kubah spot m kemudian meletakkan telurnya pada permukaan bawah daun. Begitu seterusnya siklus berlangsung (Haryati,1992).
2. Kutu daun
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Aphididae
Genus : Aphid
Spesies : Aphid sp.
Dimulai dari telur yang menetas 3-4 hari. Telur menetas menjadi larva 4-18 hari kemudian berubah menjadi imago. Imago kutu daun mulai bereproduksi pada umur 5-6 hari. Imago kutu daun dapat bertelur sebanyak 73 telur selama hidupnya. Begitu seterusnya siklus berlangsung (Haryati, 1992).
3. Belalang hijau
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Famili : Pyrgomorpidhae
Genus : Atractomorpha
Spesies : Atractomorpha crenulata
Dimulai dari telur, kemudian menetas menjdi nimfa. Dengan tampilan belalang dewasa versi mini tetapi tanpa sayap, berwarna putih dan tanpa organ reproduksi. Setelah terkena sinar matahari, warna khas mereka muncul (hijau seperti daun). Selama masa pertumbuhan, nimfa belalang mengalami banyak pergantian kulit sejumlah 4-5 kali. Masa hidup belalang sebagai nimfa adalah 25-40 hari. Setelah melewati tahap nimfa diperlukan 14 hari lagi untuk menjadi belalang dewasa secara seksual. Setelah itu belalang dewasa hidup 2-3 minggu. Sisa waktu tersebut digunakan untuk reproduksi dan meletakkan telur mereka. Total masa hidup belalang setelah menetas adalah 2 bulan. Siklus berlangsung beitu seterusnya (Burmeister, 1838).
4. Ngengat
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Ctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera exigua
Telur menetaskan ulat yang sering menyerang bawang merah, daun bawang, kucai, cabai, jagung, kapri, dan lain lain usia satu generasi lebih kursang 23 hari dan yang betina bisa bertelur kurang lebih 1000 butir.telur diletakkan dalm kelopak kelopak berbentuk lonjong yang warnanya putih dan ditutup dengan lapisan bulu bulu tipis sesudah menetas ulat segera masuk ke rongga daun bawang merah sebelah atas. Mula mula ulat berkumpul tetapi sesudah isi daun habis segera menyebar,dan apabila populasi besar ereka juga makan umbi, setelah lebih kurang 9-14 hari ulat menjadi kepompong dalam tanah(.......).
5. Kepik
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Coccinellidae
Genus : Epilachna
Spesies : Epilachna sparsa
Siklus hidup :
Telur Nimfa dewasa
Peran : Ada yang bersifat predator, hama tanaman ataupun kedua-duanya yaitu sebagai predator dan hama.
Habitat dan perilaku : Hampir di semua vegetasi tanaman dapat dijumpai, terdapat melimpah, terutama di daerah yang tidak begitu terik atau kering. Perilakunya yakni, bila diganggu akan mengeluarkan bau-bauan yang tidak enak (......).
6. Lalat buah
Kingdom : Animalia
Filum :Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Fimili :Tephritidae
Genus : Drosophilla
Spesies : Drosophilla melanogaster
Mempunyai satu pasang sayap, membraneus, sayap belakang mereduksi menjadi halter yang berfungsi sebagai alat keseimbangan saat terbang. Tubuh relatif lunak, antena pendek, dan mata majemuk besar. Mengalam metamorfosis sempurna. Tipe mulut ada yang menusuk dan menghisap atau menjilat dan menghisap.
Kumbang kepik melakukan perkawinan agar bisa berkembang biak. Kadang-kadang ada 2 kumbang kepik yang memiliki corak warna berbeda, namun tetap bisa melakukan perkawinan dan berkembang biak secara normal karena kadang dari spesies kumbang kepik yang sama bisa memiliki corak warna (variasi sayap elitra) yang berbeda. Kumbang kepik betina dari jenis kumbang kepik karnivora selanjutnya memilih tempat yang banyak dihuni oleh serangga makananannya agar begitu menetas, larvanya mendapat persediaan makanan melimpah.
Pada kumbang kepik pemakan daun, betina yang baru bertelur di suatu tanaman akan meninggalkan pola gigitan pada daun agar tidak ada betina lain yang bertelur di tanaman yang sama. Di wilayah empat musim, jika kumbang kepik betina tidak berhasil menemukan tanaman yang cocok hingga menjelang musim dingin, maka kepik betina akan menunda pelepasan telurnya hingga musim dingin usai (........).
4.1.4 Pengaruh Lingkungan Pada Tanaman
a. Tabel Hasil Pengamatan
Tinggi Tanaman
Tabel.11 Tinggi Tanaman
No Perlakuan Tanaman Minggu Ke-
1 2 3 4 5
1 KL 100% Kangkung 3 cm 8 cm 13cm 14,5cm 20,5cm
2 KL 50% Kangkung 3,6 cm 6,8 cm 9 cm 11,5 cm 18 cm
3 TERNAUNGI Jagung 4,2 cm 7 cm 11 cm 15,5 cm 21,5 cm
4 T.TERNAUNGI Jagung 2,2 cm 3,8 cm 6 cm 8,2 cm 13 cm
Interpretasi : Jenis perlakuan tanaman yang memiliki tinggi tanaman paling tinggi adalah perlakuan ternaungi dengan jumlah pemberian air 100% yaitu dengan tinggi 21,5 cm. Dan tanaman yang memiliki tinggi paling
rendah terdapat pada perlakuan pemberian air 50% dengan tinggi
tanaman 18 cm.
Jumlah Daun
Tabel.12 jumlah Daun
No Perlakuan Tanaman Minggu Ke-
1 2 3 4 5 6
1 KL 100% Kangkung - 2 5 5 6 -
2 KL 50% Kangkung - 1 2 4 4 -
3 TERNAUNGI Jagung 2 3 5 6 8 -
4 T.TERNAUNGI Jagung 1 2 3 5 6 -
Interpretasi : Jumlah daun yang berjumlah paling banyak dimiliki oleh tanaman yang mendapat perlakuan cahaya ternaungi. Sedangkan jumlah daun yang paling sedikit dimiliki oleh tanaman yang mendapat perlakuan lingkungan 50%.
a. Grafik Hasil Pengamatan
1. Tinggi Tanaman
Perilaku Pemberian Air
Interpretasi : Tinggi tanaman yang paling tinggi adalah tanaman yang
mendapat perlakuan pemberian air 100%.
2. Perlakuan Cahaya
Interpretasi : Tinggi tanaman yang mendapat perlakuan ternaungi
memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan perlakuan tidak ternaungi
3. Jumlah Daun
Interpretasi :Jumlah daun yang dimiliki oleh tanaman yang mendapat
perlakuan kapasitas lapang 100% memiliki lebih banyak jika dibandingkan dengan tanaman yang mendapat perlakuan kapasitas lapang 50%.
Interpretasi : Jumlah daun yang dimiliki oleh tanaman yang mendapat
perlakuan cahaya ternaungi lebih banyak jika dibandingkan
dengan tanaman yang mendapat perlakuan cahaya tidak
ternaungi.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Faktor Abiotik Terhadap Vegetasi
Berdasarkan dari hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan, wilayah Cangaryang merupakan daerah berdataran tinggi memiliki suhu 20,05°C, kelembapan udara 60% dan intensitas radiasi matahari 349W/m2 , sedangkan di wilayah Jatikerto yang merupakan daerah berdataran rendah, memiliki suhu sebesar 32°C,kelembapan udara 32,1% dan intensitas radiasi matahari nya 520W/m2.Dilihat dari ketebalan seresah nya yang dilakukan pengamatan pada 10 titik diwilayah Cangar, dimana pada titik 1 memiliki ketebalan seresah 0cm, titik II 2 cm, titik III 0 cm, titik IV 0 cm, titik V 0 cm, titik VI 1 cm, titik VII 0,1 cm, titik VIII 0 cm, titik IX 0,2 cm, titik X 0 cm. Sedangkan di wilayah jatikerto dengan perlakuan pengamatan yang sama pada titik 1 memiliki ketebalan seresah 6,41 cm, titik II 6,8 cm, titik III 4,35 cm, titik IV 3,35 cm, titik V 2,65 cm, titik VI 5,92 cm, titik VII 2,08 cm, titik VIII 2,16 cm, titik IX 1,64 cm, titik X 4,3 cm. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa wilayah jatikerto memiliki ketebalan seresah yang lebih tinggi dibandingkan di wilayah cangar.Perbedaan topografi wilayah tersebut pastinya mempengaruhi jumlah banyaknya vegetasi(komunitas tumbuh-tumbuhan) yang terdapat pada kedua tempat tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil data yang telah diamati dimana menunjukan bahwa jumlah keanekaragaman vegetasi di daerah Cangar lebih banyak dibanding daerah Jatikerto.
Menurut (Kurniawan,2008) menjelaskan bahwa Perbedaan pengamatan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan topografi. Perbedaan topografi tersebut akan mempengaruhi kondisi ekologis maupun fisiologis suatu tanaman dimana daerah Cangar suhunya berbeda dengan Jatikerto dan juga perbedaan vegetasi di daerah yang dataran rendah dan tinggi juga berbeda.. Vegetasi di daerah dataran rendah dan tinggi memiliki keunikan tersendiri. Komposisi jenis dan keanekaragaman tumbuhan dalam suatu daerah tergantung oleh beberapa faktor lingkungan, seperti kelembaban, nutrisi, cahaya matahari, topografi, batuan induk, karakteristik tanah, struktur kanopi dan sejarah tata guna lahan menurut (Kurniawan, 2008).
Salah satu faktor yaitu banyaknya jenis vegetasi, jumlah masing-masing vegetasi setiap wilayahyaitu Cangar dan Jatikerto juga berbeda. Meskipun banyak vegetasi wilayah Cangar lebih banyak dibanding Jatikerto tetapi jumlah setiap jenis vegetasinya lebih sedikit dibanding Jatikerto.itu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu topografi ,jumlahvegetasi di daerah dataran rendah atau tingginya. Berdasarkan dari hasil pengamatan dan data yang diperoleh vegetasi yang mendominasi lahan pada wilayah cangar adalah jenis tanaman semusim yaitu wortel. Karena daerah cangar merupakan daerah yang digunakan sebagai daerah pertanian yang cocok untuk menanam sayur-sayuran.
4.2.2 Pengaruh Faktor Biotik Dan AbiotikTanah Terhadap Tanaman
Faktor abiotik dan biotik pada tanah mempengaruhi ekologi tanah. Ekologi tanah menyangkut tentang organisme,maupun mikroorganisme yang berupa biota dalam tanah. Selain itu ketersediaan bahan organik yang berupa seresah juga mempengaruhi ekologi tanah. Menurut FAO (1976) mendefinisikan Lahan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap potensi penggunaan lahan.
Faktor biotik tanah adalah komponen lingkungan yang terdiri atas makhluk hidup yang mempengaruhi kondisi tanah. Faktor biotik tanah terdiri dari biota tanah dan seresah. Dimana biota tanah
Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan biota tanah di daerah Jatikerto dan Cangar disebabkan oleh beberapa hal seperti perbedaan topografi ,cahaya matahari ,dan keadaan lingkungan yang lain. Menurut (Hakim et.,all, 1986) menjelaskan bahwa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi aktivitas organisme tanah yaitu, iklim (curah hujan dan suhu), tanah (kemasaman, kelembaban, suhu tanah, unsur hara), dan vegetasi (hutan dan padang rumput) serta cahaya matahari. Perbedaan topografi antara Jatikerto dan Cangar adalah pada daerah Jatikerto merupakan dataran rendah. Pada daerah dataran rendah suhu udara dalam tanah lebih tinggi yang menyebabkan organisme yang hidup didalamnya sulit melakukan adaptasi dan bertahan hidup. Biota tanah yang ditemukan di Jatikerto dalam keadaan mati karena tingginya suhu udara. Sedangkan topografi di daerah Cangar merupakan dataran tinggi. Semakin tinggi dataran, suhunya akan semakin rendah. Hal ini mengakibatkan suhu tanah Cangar tidak setinggi suhu tanah Jatikerto, oleh karena itu biota tanah lebih banyak ditemukan, karena berlangsungya kehidupan organisme ditentukan oleh suhu tanah yang tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Menurut literatur (Notohadiprawiro, 1998) makrofauna tanah lebih menyukai keadaan lembab dan masam lemah sampai netral.
Pada daerah Jatikerto didapatkan pengolahan tanah yang lebih intensif dari daerah Cangar, sehingga bahan organik di daerah Jatikerto lebih rendah dibanding daerah Cangar. Oleh karena itu biota tanah pada daerah Jatikerto lebih rendah daripada daerah Cangar.
Bahan organik merupakan sumber makanan bagi biota tanah. Jika ketersediaan sumber bahan organik yang banyak, maka mendukung keberlangsungan hidup dari biota tanah tersebut
Kondisi fisik tanah juga mempengaruhi biota dalam tanah .Mengenai peran sifat fisik tanah, (Winanti, 1996) menyatakan bahwa tekstur, struktur, porositas, dan kepadatan tanah merupakan faktor utama yang menentukan besar kecilnya kapasitas infiltrasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kapasitas infiltrasi lahan terbuka di daerah penelitian ditentukan oleh sifat biofisik tanah terutama jumlah biomassa akar, BOT, dan jumlah cacing tanah, sedangkan pengaruh porositas terhadap infiltrasi lebih diperankan oleh faktor tekstur tanah.
Faktor biotik yang kedua adalah seresah. Seresah adalah sisa-sisa daun yang jatuh di tanah. Tanaman memberikan masukan bahan organik melalui daun-daun, cabang dan rantingnya yang gugur, dan juga melalui akar-akarnya yang telah mati. Serasah yang jatuh di permukaan tanah dapat melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan dan mengurangi penguapan. Tinggi rendahnya peranan serasah ini ditentukan oleh kualitas bahan oraganik tersebut. Semakin rendah kualitas bahan, semakin lama bahan tersebut dilapuk, sehingga terjadi akumulasi serasah yang cukup tebal pada permukaan tanah hutan (Hairiah et.,all, 2005).
Ketebalan seresah yang diukur pada daerah Cangar lebih tebal daripada daerah Jatikerto. Hal ini disebabkan oleh kondisi vegetasi yang ada di Cangar sebagai lahan tanaman tahunan dan Jatikerto sebagai lahan tanaman musiman. Vegetasi-vegetasi yang terdapat di Cangar lebih banyak daripada di daerah Jatikerto, sehingga daun-daun yang jatuh ke tanah lebih banyak. Sedangkan vegetasi yang ada di tanaman musiman di daerah Jatikerto lebih sedikit, hanya di dominasi oleh tanaman tebu. Jadi ketebalan seresahnya lebih sedikit daripada tanaman tahunan.
Dalam pengamatan faktor abiotik tanah yang diamati adalah perbedaan suhu tanah antara daerah Cangar dan daerah Jatikerto. Di daerah Cangar merupakan dataran tinggi, semakin tinggi dataran maka kelembaban juga tinggi yang mengakibatkan suhu tanah lebih rendah. Pada daerah Jatikerto merupakan dataran rendah, dengan demikian kelembaban rendah sehingga suhu tanah lebih tinggi.
4.2.4 PERAN ARTHROPODA TERHADAP EKOSISTEM
Berdasarkan tabel hasil praktikum lapang,ditemukan beberapa arthropoda yang masing masing memiliki peranan penting dalam ekosistem. Adapun peranannya adalah sebagai polinator, vektor, dekomposer, predator, dan netral. Di temukan bahwa kutu kebul adalah spesimen yang memiliki tingkat kelimpahan tinggi di dalam ekosistem plot wilayah Cangar. Kutu kebul yang menempel sebanyak 64 ekor memiliki peran netral. Netral dalam arti kutu kebul memakan daun dan berkembang biak dengan baik di plot tersebut tetapi tidak merugikan siapapun. Plot wilayah Cangar merupakan lahan tanaman tahunan dan tidak ada satupun tanaman budidaya di dalam plot ini. Demikian pula dengan hamayang berjumlah 12 ekor ditemukan di plot wilayah Jatikerto Kutu daunberperan netral di dalam lahan pengamatan.
Kutu daun, kutu kebul, penggerek batang padi dan belalang hijau merupakan serangga yang memiliki potensi besar disebut hama yang ditemukan di plot praktikum lapang wilayah Cangar dan Jatikerto. Apabila spesimen tersebut berada dalam lahan budidaya (pertanian & perkebunan) dengan jumlah populasi yang banyak dapat dipastikan akan merugikan pembudidaya dengan menurunkan kualitas dan kuantitas tanaman budidaya. Hal ini didukung oleh pernyataan yang mengatakan bahwa kutu daun menyerang tunas dan daun muda dengan cara menghisap cairan tanaman sehingga helaian daun menggulung. Kutu menghasilkan embun madu yang melapisi permukaaan daun sehingga merangsang jamur tumbuh (embun jelaga ). Di samping itu, kutu daun juga mengeluarkan toksin melalui air ludahnya sehingga timbul gejala kerdil, deformasi dan terbentuk puru pada helaian daun. Di antara kutu daun yang menyerang tanaman jeruk, kutu daun coklat dan hitam merupakan yang terpenting karena menularkan virus penyebab penyakit Tristeza. Sedangkan kutu kebul juga menyerang daun kemudian menularkan penyakit mozaik pada tanaman misalnya tanaman cabai sehingga menurunkan produktivitas tanaman tersebut (Departemen Pertanian, 2009).
Adapun artrhopoda yang ditemukan sebagai polinator dalam lahan pengamatan adalah kupu kupu , nyamuk , jangkrik dan lalat . Kupu kupu ini berfungsi untuk membantu proses penyerbukan pada tanaman karena kupu kupu tersebut hanya bertujuan mendapatkan nektar yang merupakan sumber makanannya . Jadi secara tidak sengaja serbuk sari menempel pada tubuh serangga dan terbawa saat ia terbang (Satta et.,all, 1998). Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya bahwa ada serangga yang ditemukan yang berperan sebagai predator contohnya laba laba, belalang hijau, semut dan kumbang kubah M. Dalam hal ini mereka memangsa serangga lain yang ada di lahan tersebut, contohnya kumbang kubah M memangsa Aphid sp. Seperti yang dituliskan dalam literatur (Brunet, 2000) bahwa laba laba mempunyai peran penting dalam rantai makanan karena merupakan hewan predator bagi serangga serangga yang ada di sekitarnya, caranya adalah dengan membuat jaring dari benang halus dari perut mereka. Setelah itu mereka akan menunggu mangsa yang datang terjebak sarangnya.
Tingkat keragaman serangga yang sangat tinggi dapat beradaptasi pada berbagai kondisi habitat, baik yang alamiah seperti hutan-hutan primer maupun habitat buatan manusia seperti lahan pertanian dan perkebunan. Tingginya keanekaragaman serangga berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produk pertanian yang dihasilkan. Kestabilan populasi hama dan musuh alaminya umumnya terjadi pada ekosistem alami sehingga keberadaan serangga hama pada pertanaman tidak lagi merugikan. Kenyataan tersebut perlu dikembangkan sehingga mampu menekan penggunaan pestisida untuk menekan serangga hama di lapangan, terutama pada tanaman-tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. (Siswanto & Wiratno, 2001)
Mengingat jumlahnya yang banyak, serangga amat berperan bagi ekosistem dan bagi keberadaan manusia di bumi. Menurut literatur (May Berenbaum, 1995) suka maupun tidak suka, serangga merupakan bagian dimana kita berasal, apa kita sekarang dan apa yang akan kita bentuk. Beberapa contoh dapat disampaikan di sini, seperti penyuburan tanah, siklus nutrisi, propagasi tanaman, polinasi dan penyebaran tanaman, termasuk menjaga struktur komunitas hewan melalui rantai dan jaring makanan (organisme yang memakan dan dimakan). Sebagai kelompok organisme yang amat penting bagi ekosistem, para ahli menyatakan bahwa keberadaan suatu spesies beberapa serangga dinyatakan sebagai “keystone species” misalnya peran rayap dan ulat sebagai dekomposer. Adanya dekomposer yang berlimpah akan menandakan berlimpahnya bahan organik yang terkandung dalam tanah, begitu pula sebaliknya (Gullan dan Cranston, 2005)
Rendahnya keanekaragaman arthropoda disebabkan karena aplikasi pestisida terhadap tumbuh-tumbuhan, pestisida dapat memberikan manfaat bagi tumbuhan tetapi pestisida juga memberikan efek yang negatif terhadapat keberlangsungan kehidupan arthropoda, pestisida dapat menjadi faktor utama menurunnya kelimpahan arthropoda dalam setiap jenjang fungsional yang ada di agroekosistem. Literatur (Flint dan Bosch, 1990) mengemukakan bahwa pestisida tidak hanya bersifat perusak biosfer melalui peracunan langsung dan tidak langsung terhadap organisme tetapi juga dapat mempengaruhi kelimpahan populasi jenis melalui penyederhanaan jaring-jaring makanan dari hewan pada jenjang tumbuh yang lebih tinggi.
penggunaan pestisida dapat membantu menekan populasi hama bila formulasi yang digunakan, waktu dan metode aplikasinya tepat. Namun hal ini sekaligus menimbulkan akibat yang tidak diinginkan diantaranya, hama sasaran berkembang menjadi tahan (resisten) terhadap pestisida dan musuh-musuh alami serangga hama yaitu predator dan parasitoid (organisme non target) juga ikut mati.(Oka, 2005)
4.2.5 Pengaruh Perlakuan Lingkungan Terhadap Tanaman
Dalam usaha budidaya harus diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara ekologi. Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih. Pertumbuhan suatu tanaman yang diproduksi akan selalu dipengaruhi oleh faktor dalam maupun faktor luar dari tanaman itu sendiri. Faktor dalam dari taman itu adalah genetika dari tanaman tersebut yang terekspresikan melalui pertumbuhan sehingga diperoleh hasil, sedangkan faktor luarnya adalah faktor biotik maupun abiotik yang meliputi unsur – unsur yang menjadi pengaruh pada kualitas dan kuantitas produksi alam, antara lain iklim, curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya, kesuburan tanah, serta ada tidaknya hama dan penyakit. Oleh sebab itu, mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tentunya menjadi sangat bermanfaat. Untuk dapat memanfaatkan unsur – unsur tersebut secara optimal maka perlu adanya perlakuan khusus pada tanaman tersebut, antara lain pengolahan tanah, pemilihan bibit atau varietas unggul, pengaturan kebutuhan benih pada petak, pengaturan intenitas cahaya matahari, pengaturan jarak tanam, pengaturan pemupukan, pengaturan air irigasi, pengendalian hama dan penyakit, hingga akhirnya diperoleh hasil panen atau produksi pertanian.(Oka, 2005)
Di dalam tanah keberadaan air sangat diperlukan oleh tanaman yang harus tersedia untuk mencukupi kebutuhan untuk evapotranspirasi dan sebagai pelarut, bersama-sama dengan hara terlarut membentuk larutan tanah yang akan diserap oleh akar tanaman.
Dalam hasil praktikum perlakuan air, diamati tanaman kangkung, dengan dua perlakuan. Pertama penyiraman dengan air 100% yaitu 600 ml dan kedua penyiraman air 50% yaitu 300 ml. Dan dari hasil pengamatan yang didapatkan tanaman kangkung yang mendapat perlakuan air 50% tumbuh lebih baik daripada tanaman kangkung yang mendapat perlakuan air 100%. Tanaman dengan perlakuan air 50% lebih tinggi daripada tanaman dengan perlakuan air 100%, begitu pula dengan jumlah daun pada tanaman dengan perlakuan air 50% lebih banyak daripada jumlah daun pada tanaman dengan perlakuan air 100%. Hal ini disebabkan penyiraman air 100% yaitu sebanyak 600 ml melebihi tingkat kebutuhan air yang dibutuhkan tanaman kangkung. Sehingga tanaman yang mendapat perlakuan air 100% ini tidak bisa tumbuh dengan baik dan lama-kelamaan mengalami pembusukan. Sedangkan tanaman kangkung yang mendapat perlakuan air 50%, memperoleh pasokan air yang sesuai dengan kebutuhannya sehingga dapat tumbuh lebih baik.
Sesuai literatur (Buckman and Brady, 1982) disebutkan bahwa keberadaan air berdasarkan klasifikasi biologi air di dalam tanah ada tiga bentuk yaitu : air kapasitas kelebihan (jenuh), air kapasitas lapang (tersedia) dan air tidak tersedia (titik layu). Pada umumnya kelebihan air tidak menguntungkan tanaman karena pada kondisi air dengan drainase berlebihan (banjir ataupun tergenang) pada periode yang lama akan berdampak buruk pada aerasi tanah. Akar tanaman lama-kelamaan akan membusuk dan aktivitas mikroba aerobik seperti bakteri nitrifikasi dan bakteri amonifikasi akan terhenti sama sekali (Hanafiah, 2004).
Pada perlakuan cahaya, diamati tanaman sorgum dengan dua jenis perlakuan yaitu ternaungi dan tidak ternaungi. Dari hasil pengamatan, tanaman sorgum yang mendapat perlakuan ternaungi tumbuh lebih pendek daripada tanaman sorgum yang mendapat perlakuan tidak ternaungi. Hal ini disebabkan oleh kelalaian praktikan dalam penyiraman. Pasokan air yang didapat tanaman sorgum ternaungi lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman sorgum yang tidak ternaungi. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa cahaya merupakan faktor utama sebagai energi dalam fotosintesis, untuk menghasilkan energi. Kekurangan cahaya akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan. Kekurangan cahaya pada saat pertumbuhan berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi, dimana batang kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran lebih kecil, tipis, pucat. (Buckman and Brady, 1982)
Pengaruh cahaya bukan hanya tergantung kepada fotosintesis (kuat penyinaran) saja, namun ada faktor lain yang terdapat pada cahaya, yaitu berkaitan dengan panjang gelombangnya. Penelitian yang dilakukan oleh Hendrick & Berthwick pada tahun 1984, menunjukan cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah pada spectrum merah dengan panjang gelombang 660 nm.
Percobaan dengan menggunakan spectrum infra merah dengan panjang gelombang 730 nm memberikan pengaruh yang berlawanan. Substansi yang merspon spectrum cahaya adalah fitakram suatu protein warna pada tumbuhan yang mengandung susunan atom khusus yang mengabsorpsi cahaya.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba.Dalam pengelolahan agroekosistem, data vegetasi meliputi tanaman budidaya maupun tumbuhan yang tumbuh di ekosistem.
Hasil dari pengamatan di dua tempat yang berbeda menunjukkan bahwa dari dataran rendah, dataran sedang kemudian dataran tinggi, suhu udara menurun dan pada suhu tanah suhunya semakin menurun juga. Hal ini dikarenakan pengukuran suhu tanah di lahan Jatikerto dilakukan pada saat setelah terjadi hujan. Radiasi matahari pada setiap tempat yang diamati juga berbeda. Faktor ketinggian tempat mempengaruhi perbedaan suhu dan radiasi matahari pada lahan-lahan tersebut.
Keragaman vegetasi dan arthropoda pada ke dua tempat (Jatikertodan Cangar) terjadi disebabkan adanya perbedaan iklim dan tanaman yang dibudidayakan. Pada lahan malang didominasi oleh rerumputan karena merupakan lahan kosong atau bukan lahan budidaya, sedangkan lahan jatikerto dan cangar merupakan lahan budidaya sehingga dirawat dengan baik oleh manusia. Lahan budidaya juga didominasi oleh tanaman utama. Daerah jatikerto didominasi oleh tanaman kopi dan lahan cangar didominasi oleh tanaman x
5.2 Saran
Sebaiknya dalam pelaksanaan fieldtrip atau praktikum semua peserta praktikan dapat dalam kondisi kondusif selama praktikum berlangsung
DAFTAR PUSTAKA
Bargumono. 2012. Ekologi Pertanian. Fakultas Pertanian UPN : Yogyakarta.
Bonkowski, M., Griffiths, B., Scrimgeoure. 2000. Substrate heterogenity and microfauna in soil organic ‘hotspots’ as determinants of nitrogen capture and growth of ryegrass. Appl. Soil Ecolo. 14: 37-53.
Buckman and Brandy.1989 . Fisiologi Tumbuhan. Wadsworth Publishing, Inc , Colorado State.
Departemen Pertanian,2009. Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian. Jakarta:Press
FAO.1976.Agricultural and Hoerticultural Seed.Jakarta:Press.
Flint, M.L. and R. Van den Bosch. 1981. Introduction to Integrated Pest Management.Plenum Press. N.Y. II.
Gardi, C. dan Jeffrey S., 2009. Soil Biodiversity. European Commission Joint Research Centre, Institute for Enviromentaland Sustainability, Land Management and Natural Hazards Unit.
Gullan PJ, Cranston PS.2005.The Insects An Outline of Entomology.Wiley Blackwell.Oxford.
Hairiah,2005. Ilmu Tanah. Jakarta.Agromedia Pustaka
Hakim,N,M,Y.AM.Lubis,Nugroho.1986.Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Lampung. Penerbit: Universitas Lampung
Hanafiah,K.A.2004.Rancangan Percobaan Teori dan Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta:Raja Grafindo Persada
Hanum, Chairani.2009. Ekologi Tanaman. USU Press : Medan
Haryati,1992.Pengaruh Air terhadap Pertumbuhan Tanaman.Medan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara.
Jeffrey S, Gardi C, Jones A, Montanarella L, Marmo L. Miko L, Ritz K, Peres G, Rombke J, var der Putten WH. 2010. European Atlas of Soil Biodiversity. European Commission, Publication Office of the European Union.
Kartasapoetra, A. G. 1990. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Untuk Merehabilitasinya. Bina Aksara : Jakarta.
Kurniawan.2008.Analisis Ekonomi Pertanian.Jakarta:Press.
May, Barenbaum.1995. Biology Critical. United States
Notohadiprawiro,T.1998.Tanah dan Lingkungan.Jakarta.Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Budaya
Moore, J. C. And Water D. E, 1988. Arthropod Regulation of micro and Mesobiota in below ground food webs. Annual Review of Entomology 33: 419-439.
Oka.L.N.2005.Pengendalian Hama Terpadu di Indonesia.Gadjah Mada University Press
Retnaningsih, Tri Soeprobowati. 2011. Ekologi Bentang Lahan. Laboratorium Ekologi dan Biosistematik FMIPA Undip.Vol. 13, No. 2, Hal. 4.
Resosoedarmo,R.S.1985. Pengantar Ekologi. Remaja Karya :Bandung.
Sangadji, S. 2001. Pengaruh Iklim Tropis di Dua Ketinggian Tempat yang Berbeda Terhadap Potensi Hasil Tanaman Soba (Fagopyrum esculentum Moench.).Tesis. IPB, Bogor.
Siswanto dan Wiratno,2001.Biodervitas Serangga pada Tanaman Panili. Perhimpunan Entonologi Indonesia.Bogor
Soemarno.2010.Ekologi tanah. Bahan kajian MK. Manajemen Agroekosistem FPUB.
Winanti,1996.Keseimbangan Air. Yogyakarta:Majelis Press
http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/26025/b67ccea3e7c78f9c070e0d32560f48f9.
1.1 Latar Belakang
Biologi lingkungan atau yang biasa dikenal dengan ekologi adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang mempunyai hubungan erat dengan lingkungan. Ekologi berasal dari kata oikos yang berarti rumah tangga dan logos yang mempunyai arti ilmu pengetahuan. Jadi, ekologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan keadaan lingkungannya yang bersifat dinamis. Hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya sangat terbatas terhadap lingkungan yang bersangkutan, hubungan inilah yang disebut dengan keterbatasan ekologi. Dalam keterbatasan ekologi terjadi degradasi ekosistem yang disebabkan oleh dua hal yaitu peristiwa alami dan kegiatan manusia. Secara alami merupakan peristiwa yang terjadi bukan karena disebabkan oleh perilaku manusia, sedangkan yang disebabkan oleh kegitan manusia yaitu degradasi ekosistem yang dapat terjadi diberbagai bidang meliputi bidang pertanian, pertambangan, kehutanan, konstruksi jalan raya, pengembangan sumber daya air dan adanya urbanisasi ( ).
Penggunaan lahan pertanian yang beragam secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap lingkungan di sekitarnya, salah satunya suhu lingkungan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Rai (1998), bahwa suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari tanaman.
Dalam mempelajari ekologi pertanian, dipelajari juga mengenai keanekaragaman makhluk hidup. Keanekaragaman ini terjadi karena faktor lingkungan, makhluk hidup akan cenderung mencari lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya. Maka dari itu makhluk hidup di setiap tempat berbeda-beda. Dalam proses pembelajaran ekologi pertanian ini dilakukan pengamatan di dua daerah yang kondisinya berbeda, yaitu di daerah Cangar dan Jatikerto.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh faktor abiotik terhadap vegetasi?
2. Bagaimana pengaruh faktor biotik dan abiotik tanah terhadap tanaman?
3. Bagaimana peran arthropoda terhadap ekosistem?
4. Bagaimana pengaruh perlakuan lingkungan terhadap tanaman?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap vegetasi didaerah Cangar dan Jatikerto?
2. Mengetahui pengaruh faktor biotik dan abiotik tanah terhadap tanaman didaerah Cangar dan Jatikerto?
3. Dapat mengerti peran arthropoda terhadap ekosistem didaerah Cangar dan Jatikerto?
4. Mengetahui pengaruh perlakuan air dan cahaya terhadap tanamandidaerah Cangar dan Jatikerto?
1.4 Manfaat Hasil Penulisan
Studi lapang ekologi pertanian memiliki beberapa manfaat, yaitu:
1. Menambah pengalaman dalam menganalisis vegetasi yang ada di Cangar dan Jatikerto
2. Mahasiswa mengerti pengaruh faktor abiotik terhadap vegetasi.
3. Mahasiswa mengerti pengaruh faktor biotik dan abiotik tanah terhadap tanaman.
4. Mahasiswa mengerti peran arthropoda terhadap ekosistem.
5. Mahasiswa mampu memahami pengaruh perlakuan lingkungan terhadap tanaman.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ekologi dan Ekologi Pertanian
Ekologi merupakan gabungan dari dua kata dalam Bahasa Yunani yaitu oikos berarti rumah dan logos berarti ilmu atau pelajaran. Secara etimologis ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dan rumah tangganya. Dengan kata lain defenisi dari ekologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Berdasarkan defenisi di atas maka yang dimaksud dengan Ekologi Tanaman adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara tanaman (tumbuhan yang dibudidayakan) dengan lingkungannya. Lingkungan hidup tanaman dibagi atas dua kelompok yaitu lingkungan biotik dan abiotik. Dari lingkungan inilah tanaman memperoleh sumberdaya cahaya, hara mineral, dan sebagainya. Kekurangan, kelebihan atau ketidakcocokkan akan menyebabkan terjadinya cekaman (stress) pada tanaman (Chairani, 2009).
Sedangkan pertanian bisa diartikan sebagai kegiatan bercocok tanam pada lingkungan tertentu.Jadi, ekologi pertanian adalah ilmu yang mempelajari tentang makhluk hidup dan lingkungan budi daya tanaman yang diusahakan oleh manusia. Sedangkan ekologi pertanian organik menggambarkan bahwa hubungan antara makhluk hidup dan lingkungan pertanaman berjalan selaras dengan fitrah alam (back to nature).Pertanian organik merupakan system pertanian ramah lingkungan yang dipercaya mampu mewujudkan pertanian yang berkelanjutan, karena sistem pertanian ini didasarkan pada prinsip ekologi pertanian atau ekologi lingkungan (Bargumono, 2012).
2.2 Prinsip Ekologi
1. Memperbaiki kondisi tanah agar bisa menguntungkan pertumbuhan tanaman. Kegiatan yang paling utama adalah pengelolaan bahan organik untuk meningkatkan kegiatan komponen biotik dalam tanah.
2. Mengoptimalkan ketersediaan serta keseimbangan unsur hara di dalam tanah.Misalnya melalui fiksasi nitrogen, penambahan dan daur pupuk dari luar usaha tani.
3. Mengelola iklim mikro agar kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dapat dibatasi. Misalnya dengan pengelolaan air dan pencegahan erosi.
4. Kehilangan hasil panen akibat gangguan hama dan penyakit dibatasi dengan upaya preventif melalui perlakuan yang aman.
5. Pemanfaatan sumber kekayaan genetika dalam sistem pertanaman terpadu (Bargumono, 2012).
2.3 Pengertian Ekosistem Alamidan Ekosistem Buatan
Ekosistem alami merupakan ekosistem yang terbentuk secara alami tanpa ada campur tangan manusia. Contoh ekosistem alami antara lain : Ekosistem Hutan Tropis, Danau, Mangrove, dan Savana. Ekosistem buatan merupakan ekosistem yang terbentuk dari hasil rekayasa manusia untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan hidup penduduk yang jumlahnya terus meningkat (Resosoedarmo, 1985).
2.4 Pengaruh Faktor Abiotik (Lingkungan) terhadap Vegetasi Tanaman
2.4.1 Cahaya
Kualitas cahaya matahari berhubungan dengan panjang gelombang cahaya. tosintesis menggunakan cahaya matahari dengan kisaran dan warna violet dengan uang gelombang sekitar 380 nm sampai merah dengan panjang gelombang sekitar nm. Cahaya matahari yang tidak dipergunakan untuk proses fotosintesis akan diteruskan otau dipantulkan oleh daun tanaman. Cahaya matahari dengan panjang gelombang Iebih pendek (cahaya biru sekitar 450 nm) diserap oleh karotenoid dan kiorofil. Untuk cahaya matahani yang Iebih panjang gelombangnya (cahaya merah sekitar 675 nm) hanya diserap oleh klorofil saja (Elisa, 2015).
Klorofil tidak mempergunakan cahaya hijau tetapi cahaya ini dipantulkan, sehingga nampak berwarna hijau.Kualitas cahaya akan menjadi penting hanya jika tanaman ditumbuhkan bawah cahaya buatan. Lampu yang digunakan harus dapat memasok cahaya merah dan biru dalam jumlah yang mencukupi. Tanaman sayur yang ditumbuhkan di bawah cahaya yang dominan sinar ultravioletnya, tanaman ini akan kerdil. Cahaya matahari dengan intensitas rendah (dominan cahaya merah) menyebabkan tanaman sayur tinggi dan kurus (Elisa, 2015).
2.4.2 Kelembaban
Kelembaban relatif udara sangat berpengaruh terhadap transpirasi sehingga penting tumbuhan dan perkembangan tanaman sayur. Kelembaban relatif udara yang cenderung meningkatkan transpirasi tanaman sayur. Kelembaban relatif udara menyebabkan transpirasi tanaman sayur rendah, tetapi memiliki pengaruh lain dan kelembaban relatif udara tinggi merupakan kondisi yang sesuai bagi dengan berbagai jenis penyakit dan hama (Elisa, 2015).
Kisaran ideal kelembaban relatif udara bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sayur adalah 70-80%. Pada kisaran kelembaban relatif udara ini penyerapan unsur akar tanaman dapat berlangsung optimal dan gangguan hama serta penyakit dapat terkendali. Akan tetapi pada kelembaban relatif udara kurang dari 40% evapotranspirasi akan berlebihan sehingga tanaman sayur akan tampak Iayu (Elisa, 2015).
2.4.3 Suhu
Suhu udara merupakan salah satu faktor penting yang menentukan jenis tanaman sayur yang akan dibudidayakan di suatu tempat. Suhu udara mempengaruhi semua aktivitas fisiologis melalui laju reaksi biokimiawi. Setiap proses fisiologi, seperli fotosintesis atau respirasi, mempunyai batas suhu di atas dan di bawah suhu optimum untuk mencapai laju reaksi maksimum. Sebagian besar reaksi biokimiawi dikendalikan oleh enzim dan laju aktivitas enzim poda setiap proses reaksi merupakan fungsi dan suhu (Elisa, 2015).
Laju reaksi dan sebagian besar reaksi kimia menjadi dua kali setiap kenaikan suhu 10°C sampai sekitar 2030°C. Di atas suhu ini, reaksi biokimiawi menurun karena secara perlahan - lahan enzim mengalami denoturai atau menjadi tidak aktif. Selain proses biokimiawi, proses yang dipengaruhi oleh suhu adalah solubilitas gas, absorpsi mineral dan air. Suhu udara juga mempengaruhi pembungaan dan viabilitas pollen, pembentukan buah, keseimbangan hormon, laju pemasakan dan penuaan, kualitas, hasil, dan Iamanya produk layak untuk dikonsumsi (Elisa, 2015).
2.4.4 Air
Air merupakan salah satu faktor utama yang diperlukan dalam budidaya tanaman sayur. Terlalu banyak atau terlalu sedikit air yang diberikan pada tanaman sayur akan membahayakan tanaman tersebut. Apabila semua pori tanah terisi dengan air maka akan menyebabkan kelebihan air sehingga akar tanaman tidak dapat memperoleh oksigen dalam jumlah yang cukup untuk respirasi akar. Hal ini akan menyebabkan akar tanaman kekurangan energi untuk menyerap air dan unsur hara dan dalam tanah. Selain itu, kelebihan air juga akan meningkatkan konsentrasi karbondioksida di dalam tanah karena karbondioksida yarg dihasilkan tanaman melalui respirasi tidak dapat dibebaskan ke udara akibat poni tanah terisi air. Hal mi akan menurunkan permeabilitas membran sel-sel akar untuk menyerap air. Kelebihan air akan Iebih berbahaya pada suhu udara tinggi daripada suhu rendah karena respirasi akar benjalan cepat, kebutuhan air Iebih tinggi dan ketersediaan oksigen yang larut dalam air Iebih rendah (Elisa, 2015).
2.4.5 Ketinggian Tempat
Di daerah tropis secara umum dicirikan oleh keadaan iklim yang hampir seragam. Namun dengan adanya perbedaan geografis seperti perbedaan ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl) akan menimbulkan perbedaan cuaca dan iklim secara keseluruhan pada tempat tersebut, terutama suhu, kelembaban dan curah hujan. Unsur-unsur cuaca dan iklim tersebut banyak dikendalikan oleh letak lintang, ketinggian, jarak dari laut, topografi, jenis tanah dan vegetasi. Pada dataran rendah ditandai oleh suhu lingkungan, tekanan udara dan oksigen yang tinggi. Sedangkan dataran tinggi banyak mempengaruhi penurunan tekanan udara dan suhu udara serta peningkatan curah hujan. Laju penurunan suhu akibat ketinggian memiliki variasi yang berbeda-beda untuk setiap tempat (Sangadji, 2001).
Kemiringan lereng merupakan faktor yang perlu diperhatikan, sejak dari penyiapan lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta pengawetan lahan.Lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau rusak, lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai kemiringan >15% dengan curah hujanyang tinggi dapat mengakibatkan longsor tanah (Kartasapoetra,1990).
2.5 Faktor Abiotik dan Biotik Tanah
2.5.1 Faktor Abiotik
Bentang lahan yang terbentuk sekarang ini merupakan hasil dari integrasi berbagai komponen abiotik seperti iklim, topografi dan tanah; interaksi antar organisme sehingga membentuk pola spasial yang spesifik meskipun dalam kondisi serupa; pola pemukiman dan penggunaan lahan di masa lampai dan sekarang ; dinamika gangguan alam dan suksesi. Levin (1976, dalam Turner et al. 2003) menentukan ada 3 pola umum penyebab pola spasila yaitu (1) keunikan lokal; (2) perbedaan fase atau variasi pada pola spasial yang terbentuk karena adanya gangguan dan (3) dispersi, sehingga bentang lahan didominasi oleh populasi tunggal yang dominan (Retnaningsih, 2011).
2.5.2 Faktor Biotik
Di setiap tempat seperti dalam tanah, udara maupun air selalu dijumpai mikroba. Umumnya jumlah mikroba dalam tanah lebih banyak daripada dalam air ataupun udara. Umumnya bahan organik dan senyawa anorganik lebih tinggi dalam tanah sehingga cocok untuk pertumbuhan mikroba heterotrof maupun autotrof. Keberadaan mikroba di dalam tanah terutama dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika tanah. Komponen penyusun tanah yang terdiri atas pasir, debu, liat dan bahan organik maupun bahan penyemen lain akan membentuk struktur tanah. Struktur tanah akan menentukan keberadaan oksigen dan lengas dalam tanah. Dalam hal ini akan terbentuk lingkungan mikro dalam suatu struktur tanah. Mikroba akan membentuk mikrokoloni dalam struktur tanah tersebut, dengan tempat pertumbuhan yang sesuai dengan sifat mikroba dan lingkungan yang diperlukan. Dalam suatu struktur tanah dapat dijumpai berbagai mikrokoloni seperti mikroba heterotrof pengguna bahan organik maupun bakteri autotrof,dan bakteri aerob maupun anaerob. Untuk kehidupannya, setiap jenis mikroba mempunyai kemampuan untuk merubah satu senyawa menjadi senyawa lain dalam rangka mendapatkan energi dan nutrien. Dengan demikian adanya mikroba dalam tanah menyebabkan terjadinya daur unsur-unsur seperti karbon, nitrogen, fosfor dan unsur lain di alam (Soemarno, 2010).
2.6 Peran Arthropoda Dalam Ekosistem
Tanah merupakan habitat dari bakteri, jamur, serta berbagai macam fauna, seperti nematoda, arthropoda dan cacing tanah (Jeffrey et al, 2010) yang memiliki fungsi khusus dalam ekosistem (Gardi dan Jeffrey, 2009). Di dalam tanah, sebagian besar nutrisi tersedia bagi pertumbuhan tanaman, tergantung dari interaksi antara akar tanaman, mikroorganisme dan fauna tanah (Bonkowski et al, 2000). Organisme tanah juga bermanfaat dalam dekomposisi, siklus hara, menjaga struktur tanah, maupun menjaga keseimbangan organisme tanah, termasuk hama tanaman (Moore dan Walter, 1988). Dengan demikian, peningkatkan biodiversitas dapat membawa manfaat baik secara ekonomi maupun terhadap lingkungan.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Budidaya
3.1.1 Analisa Vegetasi
a. Alat, Bahan, Fungsi
1. Alat
Camera : Untuk dokumentasi
Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
2. Bahan
Tali rafia : Membuat frame plot
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Membuat frame plot pengamatan dengan ukuran diameter terluar 5x5 m di kebun percobaan cangar
Mencatat macam-macam vegetasi pada tiap-tiap plot
` Menghitung jumlah setiap macam vegetasi dalam tiap-tiap plot
Mencatat dan mendokumentasikan hasilnya
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan, antara lain; kamera untuk dokumentasi, alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan, dan tali rafia untuk membuat frame plot. Setelah itu mencatat macam-macam vegetasi dalam plot secara teliti dan benar. Lalu menghitung macam vegetasi yang ada di plot tersebut dan mencatat hasilnya kemudian mendokumentasikan.
3.1.2 Faktor Abiotik
1. Intensitas Radiasi Matahari
a. Alat, Bahan, Fungsi
Alat
Lux Meter : Untuk mengukur intensitas radiasi matahari
Kamera : Untuk dokumetasi
Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
b. Metode (Diagram Alir)
Menyiapkan alat dan bahan
Menggunakan lux meter untuk mengukur intensitas cahaya matahari
Mencatat hasil pengukuran dan mendokumentasikan
d. Analisa Perlakuan
Memastikan bahwa lux meter yang digunakan berfungsi dengan baik. Lalu menggunakan lux meter untuk mengukur intensitas cahaya matahari dengan range 1000 untuk area tanpa naungan dan range 10 untuk yang ternaungi. Kemudian mencatat hasil dan mendokumentasikan.
2. Kelembaban Udara
a) Alat, Bahan, Fungsi
Thermohigrometer : Untuk mengukur suhu dan kelembaban (relative humidity – RH) pada area.
b) Metode (Diagram Alir)
Menyiapkan alat dan bahan
Menancapkan sebagian dari termohigrometer dalam tanah
Menunggu beberapa saat hingga terjadi fluktuasi suhu pada skala di termohigrometer
` Mencatat hasil dan mendokumentasikan
c) Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan lalu menguji apakah alat tersebut dapat berfungsi dengan baik. Setelah mendapatkan hasil pengukuran kemudian mencatat hasil dan mendokumentasikan.
3. Suhu Udara
a. Alat, Bahan, Fungsi
Thermohigrometer : untuk mengukur suhu dan kelembaban (relative humidity – RH) pada area.
b. Metode (Diagram Alir)
Menyiapkan alat dan bahan
Menancapkan sebagian dari termohigrometer dalam tanah
Menunggu beberapa saat hingga terjadi fluktuasi suhu pada skala di termohigrometer
Mencatat hasil dan mendokumentasikannya
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan menguji apakah alat tersebut dapat berfungsi dengan baik. Melakukan pengukuran suhu kemudian setelah didapatkan hasilnya mencatat hasil dan mendokumentasikan.
3.2 Tanah
3.2.1 Faktor Abiotik
1. Suhu Tanah
a. Alat, Bahan, Fungsi
a. Termohygrometer : Untuk mengukur suhu
b. Stopwatch : Untuk menghitung waktu pengamatan
c. Tisu : Untuk membersihkan thermohigrometer
d. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
e. Kamera : Untuk dokumentasi
b. Metode
Siapkan alat dan bahan
Buat lubang pada tanah untuk tempat menancapkan termohigrometer
` Bersihkan termohigrometer dengan tisu
Kocok-kocok termohigrometer agar raksanya naik
Tancapkan termohigrometer ke dalam tanah selama 15 menit
Catat dan dokumentasikan hasilnya
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan. Kemudian buat lubang pada tanah untuk tempat menancapkan thermohigrometer, sebelum ditancapkan bersihkan thermohigrometer terlebih dahulu. Selanjutnya, kocok-kocok thermohigrometer agar raksanya naik, tancapkan ke dalam tanah selama 15 menit. Terakhir catat hasil pengukuran suhu yang didapatkan.
2. Seresah
a. Alat, Bahan, Dan Fungsi
1. Penggarisbesi : Untuk mengukur ketebalan seresah
2. Tali rafia 50 x 50 cm : Untuk membuat plot
3. Kamera : Untuk dokumentasi
4. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
b. Metode
Siapkan alat dan bahan
Ukur 10 Sampel (8 titik pada tiap sudut plot, 1 titik tengah, dan titik 1 letaknya bebas)
Lalu pada tiap titik diletakkan frame dari tali rafia dengan ukuran 50 cm x 50 cm
Ukur seresah diukur menggunakan penggaris besi dengan cara menekan permukaan tanah terlebih dahulu jika seresahnya terlalu tebal
Lakukan di 10 bidang sampel yang lain
Catat dan dokumentasikan hasil pengamatan
c. Analisa Perlakuan
Pada pengamatan atau pengukuran ketebalan seresah ini, yang pertama dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan, lalu ukur 10 sampel ( 8 sudut, 1 tengah, dan 1 bebas ). Selanjutnya ukur seresah menggunakan penggaris besi dengan cara meratakan permukaan seresah saat pengukuran. Lakukan dengan cara yang sama di 10 bidang sampel yang lain. Terakhir catat dan dokumentasikan hasil pengamatan ketebalan seresah.
3. Kegemburan
a. Alat, Bahan, Fungsi
1. Alat
Botol : Untuk wadah air
Kamera : Untuk dokumentasi
Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
2. Bahan
Air : Untuk membasahi tanah
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Mengambil tanah secukupnya dan diletakkan di tangan
Menambahkan air secukupnya sehingga tanah dalam keadaan lembab
Mengamati kegemburan tanah dengan cara meremas – remas tanah
Mencatat dan mendokumentasikan hasilnya
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan. Lalu mengambil sampel tanah secukupnya dan taruh di tangan, tambahkan air secukupnya sehingga tanah yang diambil tadi dalam keadaan lembab. Selanjutnya amati kegemburan tanah dengan cara meremas-remas tanah yang telah dibasahi tadi. Terakhir catat da dokumentasikan hasilnya.
3.2.2 Faktor Biotik
Biota Tanah
a. Alat, Bahan, Fungsi
Alat
Cetok : Untuk menggali tanah
Penggaris : Untuk mengukur lebar dan kedalaman lubang pada tanah
Kamera : Untuk dokumentasi
Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
a. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Membuat lubang berbentuk persegi dengan ukuran 50 cm dengan kedalaman 20 cm
untuk mengetahui kehidupan organisme dalam tanah
Menggali tanah yang akan dijadikan sampel pengamatan
Mencari apa saja kehidupan organisme dalam tanah dan mengamati jumlah organisme pada tiap kedalaman galian
Mencatat hasil pengamatan dan mendokumentasikan
b. Analisa Perlakuan
Pada pengamatan biota tanah ini, yang pertama dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Kemudian membuat lubang dengan rusuk 50 cm dan kedalaman 20 cm. selanjutnya, untuk mengetahui organism atau makhluk hidup apa saja yang terdapat dalam tanah yang akan dijadikan sampel pengamatan. Lalu, cari apa saja organism yang terdapat di dalamnya dan hitung jumlahnya. Terakhir amati dan cata hasil serta dokumentasikan.
3.2.3 Faktor Pohon ( Tahunan )
a. Alat, Bahan, Fungsi
Alat
Klinometer : Untuk mengukur sudut
Meteran jahit : Untuk mengukur DBH, lebar kanopi, dan jarak
Kamera : Untuk dokumentasi
Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Meletakkan ujung busur tepat di depan mata dengan mengarahkan ujung lain busur ke puncak benda
Melihat sudut yang ditunjukkan dari hasil pengamatan yang dilakukan pada busur
Memperhatikan jarak antara pengamat dan pohon yaitu 10 m
Mencatat hasil pengamatan dan mendokumentasikan
c. Analisis Perlakuan
Mempersiapkan alat dan bahan guna terlaksananya praktikum. Meletakkan ujung busur tepat di depan mata serta meletakkan ujung busur lainnya pada puncak pohon yang diamati. Kemudian, melihat sudut yang ditunjukkan dari hasil pengamatan yang berada pada busur tersebut. Setelah itu memperhatikan jarak antara pengamat dan pohon yaitu 10 meter. Dan yang terakhir mencatat hasil pengamatan kemudian mendokumentasikannya.
3.3 Arthopoda
3.3.1 Sweepnet
a. Alat, Bahan, Fungsi
1. Alat
Sweepnet : Alat untuk menangkap hama yang mempunyai sayap
Kamera : Untuk dokumentasi
Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan
Spidol permanen : Untuk menamai hama di plastik
1. Bahan
Kapas : Alat untuk mengawetkan serangga dengan alkohol
Alkohol : Untuk mengawetkan serangga
Plastik : Sebagai wadah hama yang telah ditangkap
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Melakukan proses sweeping pada plot yang di sediakan
Mengambil hama yang terperangkap di sweepnet
Memasukkan hama pada plastik
Mencatat dan mendokumentasikannya
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan antara lain; sweepnet untuk menangkap serangga, plastik untuk menyimpan serangga, spidol permanan untuk memberi label pada plastik, kapas dan alkohol untuk mengawetkan serangga. Kemudian mulai melakukan proses sweeping pada plot yang telah di tentukan. Sebelumnya plot sudah di ukur terlebih dahulu berapa ukurannya. Penggunaan sweepnet yaitu dengan mengayunkan 3 kali ayunan dengan berjalan lurus membentuk huruf U sepanjang plot. Hama yang terperangkap langsung dimasukkan ke dalam plastik yang sudah ada alkoholnya. Mencatat dan mendokumentasikan.
3.3.2 Yellow Trap
a. Alat, Bahan, Fungsi
1. Alat
Kamera : Untuk dokumentasi
Kertas warna kuning : Sebagai perangkap hama
Perekat : Untuk menangkap hama agar tidak lepas
2. Bahan
Kapas : Alat untuk membius hama dengan alkohol
Alkohol : Untuk mengaetkan serangga
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Memasang trap sehari sebelum praktikum
Mengamati hama yang terjebak di yellow trap
Mencatat dan mendokumentasikannya
c. Analisa Perlakuan
Pemasangan yellow trap dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan praktikum lapang pada masing-masing lahan yang akan diamati. Serangga yang terperangkap pada trap diambil dan dimasukkan pada fial film/plastic. Setelah itu catat hasilnya dan dokumentasikan hasil serangga atau hama yang terperangkap.
3.3.3 Pit fall
a. Alat, Bahan, Fungsi
1. Alat
Gelas plastik : Sebagai wadah air detergent
Kamera : Untuk dokumentasi
Plastik : Sebagai wadah hama yang terperangkap
Bahan
2. Air : Untuk membuat cairan sabun
Detergen : Untuk meningkatkan tegangan permukaan air
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Memasang perangkap yang dilakukan sehari sebelumnya
Melihat hasil serangga yang terperangkap di dalamnya
Memasukkan ke dalam plastik
Mencatat dan mendokumentasikan
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan berupa gelas plastik untuk tempat air detergen, air detergen untuk meningkatkan tegangan permukaan, plastik untuk menyimpan serangga hasil dari jebakan pit fall. Kemudian melihat hasil serangga yang terperangkap dalam pitfall, amati secara teliti agar tidak ada kesalahan saat mencatat data. Setelah itu dokumentasi hasilnya dan mencatat hasil yang di dapat.
3.4 Pengaruh Perlakuan Lingkungan Terhadap Tanaman
3.4.1 Pemberian Air
a. Alat,Bahan,Fungsi
1. Alat
Polly bag : Untuk wadah tanah
Gelas plastik : Alat untuk menyiram tanaman
Penggaris : Untuk mengukur tinggi tanaman
Alat Tulis : Untuk mencatat hasil pengukuran
2. Bahan
Tanah : Sebagai tempat tumbuh tanaman
Air : Untuk menyiram tanaman
Benih Jagung : Sebagai objek pengamatan
Benih Kangkung : Sebagai objek pengamatan
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Mengisi polly bag dengan tanah
Menanam tanaman yang ditentukan pada tanah yang sudah terisi penuh tanah
Menyiram tanaman setiap hari dan menempatkan tanaman pada glasshouse dan nurseri
Mencatat tinggi dan jumlah daun setiap minggu
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan berupa polly bag sebagai wadah tanaman, gelas plastik sebagai alat untuk menyiram tanaman, penggaris untuk mengukur tinggi tanaman, alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan, setelah itu mengisi tanah secara penuh ke dalam polly bag. Memasukkan benih kangkung dan jagung ke dalam polly bag, isi masing-masing 5 benih pada polly bag. Setelah itu letakkan tanaman di glass house dan nursery dan amati hasilnya.
3.4.2 Cahaya
a. Alat,Bahan,Fungsi
Pollybag : Untuk wadah tanah
Gelas Aqua : Alat untuk menyiram tanaman
Penggaris : Untuk mengukur tinggi tanaman
Alat Tulis : Untuk mencatat hasil pengukuran
Air : Untuk menyiram tanaman
Tanah : Sebagai tempat tumbuh tanaman
Benih Jagung : Sebagai objek pengamatan
b. Metode
Menyiapkan alat dan bahan
Mengisi polibag dengan tanah
Menanam tanaman yang telah ditentukan pada polly bag yang sudah diisi tanah
Menyiram tanaman setiap hari dan menempatkan tanaman pada glasshouse dan nurseri
Mencatat tinggi dan jumlah daun setiap minggu
c. Analisa Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan, setelah itu mengisi tanah secara penuh ke dalam polibag. Memasukkan benih jagung ke dalam polibag, isi masing-masing polibag dengan 5 benih. Setelah itu taruh tanaman di glass house dan nurseri dan amati hasilnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil Pengamatan
4.1.1Analisa Vegetasi Dan Faktor Abiotik
a. Analisa Vegetasi Tahunan
Tabel.1 Analisa Vegetasi Tahunan
No Spesies Jumlah Foto
1. Sengon putih 7
2. Waru 2
3. Rumput gajah 210
Interpretasi : Pada lokasi Jatikerto Plot 6 vegetasi yang ditemukan adalah tanaman sengon putih berjumlah 7 pohon, tanaman waru berjumlah 2 pohon, tanaman trembesi berjumlah 1 pohon, rumput gajah berjumlah 210 rumput X berjumlah 26 dan tanaman Y berjumlah 1 tanaman.
b. Analisa Vegetasi Semusim
Cangar
Tabel.2 Analisa Vegetasi Semusin
NO SPESIES D1 D2 PETAK KE-
1 2 3 4 5
1. Daucus carota 38 20 38 - 4 17 22
2. Brassica oleracea 36 25 179 92 14 5 4
3. Cynodon dactylon 20 11 16 13 31 4 12
4. Asystasia intrusa 42 29 2 - - - -
5. Agertaum conyzoides 14 13 3 5 6 2 4
6. Galingsoga sp. 22 15 4 5 2 - 2
7. Cyperus rodontus 21 11 10 - - 30 14
Interpretasi : Jumlah tanaman yang mendominasi di kebun percobaan daerah cangar adalah wortel dengan jumlah 314 dan tanaman yang jumlahnya paling sedikit adalah gulma C dengan jumlah 2.
c. Klasifikasi Vegetasi
1. Wortel
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Daucus
Spesies : Daucus carota L.
Gambar 1. Tumbuhan Wortel
2. Brokoli
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Capparales
Famili : Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica oleracea
Gambar 2. Brokoli
3. Cynodon dactylon
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Famili : Poaceae
Genus : Cynodon Rich.
Spesies : Cynodon dactylon
Gambar3. Cynodon dactylon
4. Asystasia intrusa
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Lamiales
Famili : Acanthaceae
Genus : Asystasia
Spesies : Asystasia intrusa
Gambar4. Asystasia intrusa
5. Ageratum conyzoides
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Ageratum
Spesies : Ageratum conyzoides
Gambar 5. Ageratum conyzoides
6. Galingsoga sp.
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Asterales
Famili : Compositae
Genus : Galinsoga
Spesies : Galinsoga sp.
Gambar 6.Galinsoga sp.
7. Cyperus rotundus
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus rotundus
Gambar7. Cyperus rotundus
d. Faktor Abiotik
Tabel.3 Faktor Abiotik
No Lokasi Intensitas Radiasi Matahari Kelembaban Udara Suhu Udara
1. Cangar 349 60% 20,05oC
2. Jatikerto 520 32,1% 32°C
Interpretasi :Intensitas radiasi mataharidi daerah Cangar adalah 349
sedangkan di daerah Jatikerto sebesar 520. Kelembaban udara di daerah Cangar yaitu 60% sedangkan di daerah Jatikerto sebesar 32,1%. Suhu udara di daerah Cangar sebesar 20,05oC sedangkan di daerah Jatikerto 32oC.
4.1.2 Tanah
a. Faktor Abiotik
Suhu Tanah
Tabel.4 Faktor Abiotik Tanah
No Lokasi Suhu Tanah
1. Cangar 20,05
2. Jatikerto 32,1
Interpretasi : Daerah Jatikerto memiliki suhu tanah yang lebih tinggi yaitu 32,1oC jika dibandingkan dengan suhu tanah didaerah cangar yaitu 20,05oC.
Seresah
Tabel.5 Seresah
No Lokasi Titik Pengamatan Ketebalan Seresah
1. CANGAR Titik 1 -
Titik 2 2cm
Titik 3 -
Titik 4 -
Titik 5 -
Titik 6 1cm
Titik 7 0,1cm
Titik 8 -
Titik 9 0,2cm
Titik 10 -
2. JATIKERTO Titik 1 6,41 cm
Titik 2 6,8 cm
Titik 3 4,35 cm
Titik 4 3,35 cm
Titik 5 2,65 cm
Titik 6 -
Titik 7 -
Titik 8 -
Titik 9 -
Titik 10 -
Interpretasi : Pada daerah Cangar, di titik pengamatan 1 tidak ada seresah yang ditemukan. Pada titik 2 ketebalan seresah adalah 2 cm. Pada titik 3, 4, dan 5 tidak ada seresah yang ditemukan. Pada titik 6 ketebalan seresahnya adalah 0,1 cm. Kemudian pada titik 8 tidak ada seresah yang ditemukan. Pada titik 9 ketebalan seresah mencapai 0,2 cm. Dan pada titik 10 tidak ada seresah yang ditemukan. Pada daerah Jatikerto di titik 1 ketebalan seresah mencapai 6,41 cm. Pada titik 2 ketebalan seresah mencapai 6,8 cm. Pada titik 3 ketebalan seresah mencapai 4,35 cm. Pada lokasi 4 ketebalan seresah adalah 3,35 cm. Lalu pada titik 5 ketebalan seresah 2,65 cm. Sedangkan pada titik 6, 7, 8, 9, dan 10 tidak ada seresah yang ditemukan.
Kegemburan
Tabel.6 kegemburan
No Lokasi Kegemburan
1. Cangar Gembur
2. Jatikerto Tidak Gembur
Interpretasi : Pada daerah cangar memiliki tingkat kegemburan yang lebih
tinggi daripada daerah Jatikerto yang relatif tidak gembur.
b. Faktor Biotik
Biota Tanah
Tabel.7 Biota
No Lokasi Spesies Jumlah Peran Dokumentasi
1. Cangar Cacing 1 Menggemburkan tanah
Anjing Tanah 1 Merusak perakaran tanaman
2. JATIKERTO Rayap 1 Menghancur kayu untuk mengembalikannya sebagian unsur hara dalam tanah
Interpretasi : Biota tanah yang ditemukan pada lahan percobaan di cangar lebih banyak dan variatif jika dibandingkan dengan biota tanah yang ditemukan di daerah Jatikerto.
c. Faktor Pohon (Tahunan)
Jatikerto
Tabel.8 Tabel Jatikerto
• No Spesies Pengamatan Tinggi Pohon DBH
(M) Lebar
Kanopi
(M)
Dokumentasi
Sudut
(°) Tinggi Pengamatan
(M) Jarak
(M) Tinggi Pohon
(M)
1. Sengon putih 42 1,6 10 10,6 0,26 1,28
2. Sengon putih 60 1,6 10 18,9 0.432 1,41
3. Sengon putih 65 1,6 10 23 0,488 1,21
4. Sengon putih 65 1,6 10 23 0,285 0
5. Sengon putih 40 1,6 10 9,9 0,755 0,400
6. Sengon putih 38 1,6 10 9,4 0,355 0,100
7. Waru 30 1,6 10 7,37 0,23 0,130
8. Waru 40 1,6 10 9,9 0,155 0,170
9. Sengon putih 60 1,6 10 18,9 0,19 0,134
Interpretasi : Dilokasi Jatikerto plot 6 saat penghitungan tinggi tanaman dengan jarak pengamat 10 m dan tinggi pengamat 1,6m. Didapatkan hasil pengamatan pada pohon sengon putih I yang memiliki sudut 42° didapat hasil perhitungan tinggi pohon 10,6 m,DBH 0,26 dan lebar kanopi 1,28m. Pada pohon trembesi yang memiliki sudut 28° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 8,9m, DBH 1,2 m dan lebar kanopi 0 m.Pada pohon sengon putih II yang memiliki sudut 60° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 18,9m, DBH 0,432 m dan lebar kanopi 1,41 m. Pada pohon Sengon putih III yang memiliki sudut 65° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 23m, DBH 0,488 m dan lebar kanopi 1,21 m. Pada pohon Sengon Putih IV yang memiliki sudut 65° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 23m, DBH 0,285 m dan lebar kanopi 0 m. Pada pohon sengon putih V yang memiliki sudut 40° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 9,9m, DBH 0,755 m dan lebar kanopi 0,40 m. Pada pohon Sengon Putih VI yang memiliki sudut 38° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 9,4 m, DBH 0,355 m dan lebar kanopi 0,10 m. Pada pohon Waru I yang memiliki sudut 30° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 7,37m, DBH 0,23 m dan lebar kanopi 0,130 m. Pada pohon Waru II yang memiliki sudut 40° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 9,9m, DBH 0,155 m dan lebar kanopi 0,170 m. . Pada pohon Sengon Putih VII yang memiliki sudut 60° sehingga didapat hasil perhitungan tinggi pohon 18,9m, DBH 0,19 m dan lebar kanopi 0,134 m.
4.1.3HPT
a. Tabel Pengamatan Arthopoda
Cangar
Tabel.9 Pengamatan Arthopoda Cangar
Jenis
Perangkap Spesies Ordo Jumlah Peran Dokumentasi
YELLOW
TRAP Ngengat Lepidoptera 1 Sebagai hama
Kepik hijau Hemiptera 1 Sebagai hama
Kutu daun Hemoptera 38 Sebagai hama
PITT FALL - - - - -
- - - - -
SWEEPNET - - - - -
- - - - -
Interpretasi : Pemasangan perangkap di Cangar mendapatkan banyak hama pada jenis kutu daun dan hanya mendapat satu ekor ngengat yang terperangkap pada yellow trap namun untuk perangkap lainnya seperti pitfall dan sweep net tidak didapatkan serangga dari jenis manapun.
Jatikerto
Tabel.10 Pengamatan Arthopoda Jatikerto
Jenis
Perangkap Spesies Ordo Jumlah Peran Dokumentasi
Pitt Fall - - - - -
Yellow
Trap Lalat Diptera 5 Sebagai hama yang biasanya menyerang tanaman holtikultura
Sweepnet Kumbang 1 Hama
Belalang 1 Hama
Interpretasi : Pada pemasangan perangkap dijatikerto medapatkan 7 hama
yaitu 5 lalat ada yellow trap, kumbang dan 1 belalang pada sweepnet. Untuk penangkapan hama dengan pitt fall tidak didapatkan hama.
b. Klasifikasi Dan Bioekologi Serangga (Siklus Hidup)
1. Kumbang
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Coccinellidae
Genus : Menochilus
Spesies : Menochilus sexmaculatus
Dimulai dari fase telur yang berlangsung selama 4-5 hari, kemudian masuk fase larva yang berlangsung selama 20-25 hari. Setelah itu larva menjadi pupa selama 4-6 hari. Pupa terbuka dan keluarlah imago kumbang yang biasanya bertahan hidup selama 28-42 hari. Kumbang kubah spot m kemudian meletakkan telurnya pada permukaan bawah daun. Begitu seterusnya siklus berlangsung (Haryati,1992).
2. Kutu daun
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Aphididae
Genus : Aphid
Spesies : Aphid sp.
Dimulai dari telur yang menetas 3-4 hari. Telur menetas menjadi larva 4-18 hari kemudian berubah menjadi imago. Imago kutu daun mulai bereproduksi pada umur 5-6 hari. Imago kutu daun dapat bertelur sebanyak 73 telur selama hidupnya. Begitu seterusnya siklus berlangsung (Haryati, 1992).
3. Belalang hijau
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Famili : Pyrgomorpidhae
Genus : Atractomorpha
Spesies : Atractomorpha crenulata
Dimulai dari telur, kemudian menetas menjdi nimfa. Dengan tampilan belalang dewasa versi mini tetapi tanpa sayap, berwarna putih dan tanpa organ reproduksi. Setelah terkena sinar matahari, warna khas mereka muncul (hijau seperti daun). Selama masa pertumbuhan, nimfa belalang mengalami banyak pergantian kulit sejumlah 4-5 kali. Masa hidup belalang sebagai nimfa adalah 25-40 hari. Setelah melewati tahap nimfa diperlukan 14 hari lagi untuk menjadi belalang dewasa secara seksual. Setelah itu belalang dewasa hidup 2-3 minggu. Sisa waktu tersebut digunakan untuk reproduksi dan meletakkan telur mereka. Total masa hidup belalang setelah menetas adalah 2 bulan. Siklus berlangsung beitu seterusnya (Burmeister, 1838).
4. Ngengat
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Ctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera exigua
Telur menetaskan ulat yang sering menyerang bawang merah, daun bawang, kucai, cabai, jagung, kapri, dan lain lain usia satu generasi lebih kursang 23 hari dan yang betina bisa bertelur kurang lebih 1000 butir.telur diletakkan dalm kelopak kelopak berbentuk lonjong yang warnanya putih dan ditutup dengan lapisan bulu bulu tipis sesudah menetas ulat segera masuk ke rongga daun bawang merah sebelah atas. Mula mula ulat berkumpul tetapi sesudah isi daun habis segera menyebar,dan apabila populasi besar ereka juga makan umbi, setelah lebih kurang 9-14 hari ulat menjadi kepompong dalam tanah(.......).
5. Kepik
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Coccinellidae
Genus : Epilachna
Spesies : Epilachna sparsa
Siklus hidup :
Telur Nimfa dewasa
Peran : Ada yang bersifat predator, hama tanaman ataupun kedua-duanya yaitu sebagai predator dan hama.
Habitat dan perilaku : Hampir di semua vegetasi tanaman dapat dijumpai, terdapat melimpah, terutama di daerah yang tidak begitu terik atau kering. Perilakunya yakni, bila diganggu akan mengeluarkan bau-bauan yang tidak enak (......).
6. Lalat buah
Kingdom : Animalia
Filum :Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Fimili :Tephritidae
Genus : Drosophilla
Spesies : Drosophilla melanogaster
Mempunyai satu pasang sayap, membraneus, sayap belakang mereduksi menjadi halter yang berfungsi sebagai alat keseimbangan saat terbang. Tubuh relatif lunak, antena pendek, dan mata majemuk besar. Mengalam metamorfosis sempurna. Tipe mulut ada yang menusuk dan menghisap atau menjilat dan menghisap.
Kumbang kepik melakukan perkawinan agar bisa berkembang biak. Kadang-kadang ada 2 kumbang kepik yang memiliki corak warna berbeda, namun tetap bisa melakukan perkawinan dan berkembang biak secara normal karena kadang dari spesies kumbang kepik yang sama bisa memiliki corak warna (variasi sayap elitra) yang berbeda. Kumbang kepik betina dari jenis kumbang kepik karnivora selanjutnya memilih tempat yang banyak dihuni oleh serangga makananannya agar begitu menetas, larvanya mendapat persediaan makanan melimpah.
Pada kumbang kepik pemakan daun, betina yang baru bertelur di suatu tanaman akan meninggalkan pola gigitan pada daun agar tidak ada betina lain yang bertelur di tanaman yang sama. Di wilayah empat musim, jika kumbang kepik betina tidak berhasil menemukan tanaman yang cocok hingga menjelang musim dingin, maka kepik betina akan menunda pelepasan telurnya hingga musim dingin usai (........).
4.1.4 Pengaruh Lingkungan Pada Tanaman
a. Tabel Hasil Pengamatan
Tinggi Tanaman
Tabel.11 Tinggi Tanaman
No Perlakuan Tanaman Minggu Ke-
1 2 3 4 5
1 KL 100% Kangkung 3 cm 8 cm 13cm 14,5cm 20,5cm
2 KL 50% Kangkung 3,6 cm 6,8 cm 9 cm 11,5 cm 18 cm
3 TERNAUNGI Jagung 4,2 cm 7 cm 11 cm 15,5 cm 21,5 cm
4 T.TERNAUNGI Jagung 2,2 cm 3,8 cm 6 cm 8,2 cm 13 cm
Interpretasi : Jenis perlakuan tanaman yang memiliki tinggi tanaman paling tinggi adalah perlakuan ternaungi dengan jumlah pemberian air 100% yaitu dengan tinggi 21,5 cm. Dan tanaman yang memiliki tinggi paling
rendah terdapat pada perlakuan pemberian air 50% dengan tinggi
tanaman 18 cm.
Jumlah Daun
Tabel.12 jumlah Daun
No Perlakuan Tanaman Minggu Ke-
1 2 3 4 5 6
1 KL 100% Kangkung - 2 5 5 6 -
2 KL 50% Kangkung - 1 2 4 4 -
3 TERNAUNGI Jagung 2 3 5 6 8 -
4 T.TERNAUNGI Jagung 1 2 3 5 6 -
Interpretasi : Jumlah daun yang berjumlah paling banyak dimiliki oleh tanaman yang mendapat perlakuan cahaya ternaungi. Sedangkan jumlah daun yang paling sedikit dimiliki oleh tanaman yang mendapat perlakuan lingkungan 50%.
a. Grafik Hasil Pengamatan
1. Tinggi Tanaman
Perilaku Pemberian Air
Interpretasi : Tinggi tanaman yang paling tinggi adalah tanaman yang
mendapat perlakuan pemberian air 100%.
2. Perlakuan Cahaya
Interpretasi : Tinggi tanaman yang mendapat perlakuan ternaungi
memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan perlakuan tidak ternaungi
3. Jumlah Daun
Interpretasi :Jumlah daun yang dimiliki oleh tanaman yang mendapat
perlakuan kapasitas lapang 100% memiliki lebih banyak jika dibandingkan dengan tanaman yang mendapat perlakuan kapasitas lapang 50%.
Interpretasi : Jumlah daun yang dimiliki oleh tanaman yang mendapat
perlakuan cahaya ternaungi lebih banyak jika dibandingkan
dengan tanaman yang mendapat perlakuan cahaya tidak
ternaungi.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Faktor Abiotik Terhadap Vegetasi
Berdasarkan dari hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan, wilayah Cangaryang merupakan daerah berdataran tinggi memiliki suhu 20,05°C, kelembapan udara 60% dan intensitas radiasi matahari 349W/m2 , sedangkan di wilayah Jatikerto yang merupakan daerah berdataran rendah, memiliki suhu sebesar 32°C,kelembapan udara 32,1% dan intensitas radiasi matahari nya 520W/m2.Dilihat dari ketebalan seresah nya yang dilakukan pengamatan pada 10 titik diwilayah Cangar, dimana pada titik 1 memiliki ketebalan seresah 0cm, titik II 2 cm, titik III 0 cm, titik IV 0 cm, titik V 0 cm, titik VI 1 cm, titik VII 0,1 cm, titik VIII 0 cm, titik IX 0,2 cm, titik X 0 cm. Sedangkan di wilayah jatikerto dengan perlakuan pengamatan yang sama pada titik 1 memiliki ketebalan seresah 6,41 cm, titik II 6,8 cm, titik III 4,35 cm, titik IV 3,35 cm, titik V 2,65 cm, titik VI 5,92 cm, titik VII 2,08 cm, titik VIII 2,16 cm, titik IX 1,64 cm, titik X 4,3 cm. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa wilayah jatikerto memiliki ketebalan seresah yang lebih tinggi dibandingkan di wilayah cangar.Perbedaan topografi wilayah tersebut pastinya mempengaruhi jumlah banyaknya vegetasi(komunitas tumbuh-tumbuhan) yang terdapat pada kedua tempat tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil data yang telah diamati dimana menunjukan bahwa jumlah keanekaragaman vegetasi di daerah Cangar lebih banyak dibanding daerah Jatikerto.
Menurut (Kurniawan,2008) menjelaskan bahwa Perbedaan pengamatan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan topografi. Perbedaan topografi tersebut akan mempengaruhi kondisi ekologis maupun fisiologis suatu tanaman dimana daerah Cangar suhunya berbeda dengan Jatikerto dan juga perbedaan vegetasi di daerah yang dataran rendah dan tinggi juga berbeda.. Vegetasi di daerah dataran rendah dan tinggi memiliki keunikan tersendiri. Komposisi jenis dan keanekaragaman tumbuhan dalam suatu daerah tergantung oleh beberapa faktor lingkungan, seperti kelembaban, nutrisi, cahaya matahari, topografi, batuan induk, karakteristik tanah, struktur kanopi dan sejarah tata guna lahan menurut (Kurniawan, 2008).
Salah satu faktor yaitu banyaknya jenis vegetasi, jumlah masing-masing vegetasi setiap wilayahyaitu Cangar dan Jatikerto juga berbeda. Meskipun banyak vegetasi wilayah Cangar lebih banyak dibanding Jatikerto tetapi jumlah setiap jenis vegetasinya lebih sedikit dibanding Jatikerto.itu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu topografi ,jumlahvegetasi di daerah dataran rendah atau tingginya. Berdasarkan dari hasil pengamatan dan data yang diperoleh vegetasi yang mendominasi lahan pada wilayah cangar adalah jenis tanaman semusim yaitu wortel. Karena daerah cangar merupakan daerah yang digunakan sebagai daerah pertanian yang cocok untuk menanam sayur-sayuran.
4.2.2 Pengaruh Faktor Biotik Dan AbiotikTanah Terhadap Tanaman
Faktor abiotik dan biotik pada tanah mempengaruhi ekologi tanah. Ekologi tanah menyangkut tentang organisme,maupun mikroorganisme yang berupa biota dalam tanah. Selain itu ketersediaan bahan organik yang berupa seresah juga mempengaruhi ekologi tanah. Menurut FAO (1976) mendefinisikan Lahan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap potensi penggunaan lahan.
Faktor biotik tanah adalah komponen lingkungan yang terdiri atas makhluk hidup yang mempengaruhi kondisi tanah. Faktor biotik tanah terdiri dari biota tanah dan seresah. Dimana biota tanah
Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan biota tanah di daerah Jatikerto dan Cangar disebabkan oleh beberapa hal seperti perbedaan topografi ,cahaya matahari ,dan keadaan lingkungan yang lain. Menurut (Hakim et.,all, 1986) menjelaskan bahwa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi aktivitas organisme tanah yaitu, iklim (curah hujan dan suhu), tanah (kemasaman, kelembaban, suhu tanah, unsur hara), dan vegetasi (hutan dan padang rumput) serta cahaya matahari. Perbedaan topografi antara Jatikerto dan Cangar adalah pada daerah Jatikerto merupakan dataran rendah. Pada daerah dataran rendah suhu udara dalam tanah lebih tinggi yang menyebabkan organisme yang hidup didalamnya sulit melakukan adaptasi dan bertahan hidup. Biota tanah yang ditemukan di Jatikerto dalam keadaan mati karena tingginya suhu udara. Sedangkan topografi di daerah Cangar merupakan dataran tinggi. Semakin tinggi dataran, suhunya akan semakin rendah. Hal ini mengakibatkan suhu tanah Cangar tidak setinggi suhu tanah Jatikerto, oleh karena itu biota tanah lebih banyak ditemukan, karena berlangsungya kehidupan organisme ditentukan oleh suhu tanah yang tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Menurut literatur (Notohadiprawiro, 1998) makrofauna tanah lebih menyukai keadaan lembab dan masam lemah sampai netral.
Pada daerah Jatikerto didapatkan pengolahan tanah yang lebih intensif dari daerah Cangar, sehingga bahan organik di daerah Jatikerto lebih rendah dibanding daerah Cangar. Oleh karena itu biota tanah pada daerah Jatikerto lebih rendah daripada daerah Cangar.
Bahan organik merupakan sumber makanan bagi biota tanah. Jika ketersediaan sumber bahan organik yang banyak, maka mendukung keberlangsungan hidup dari biota tanah tersebut
Kondisi fisik tanah juga mempengaruhi biota dalam tanah .Mengenai peran sifat fisik tanah, (Winanti, 1996) menyatakan bahwa tekstur, struktur, porositas, dan kepadatan tanah merupakan faktor utama yang menentukan besar kecilnya kapasitas infiltrasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kapasitas infiltrasi lahan terbuka di daerah penelitian ditentukan oleh sifat biofisik tanah terutama jumlah biomassa akar, BOT, dan jumlah cacing tanah, sedangkan pengaruh porositas terhadap infiltrasi lebih diperankan oleh faktor tekstur tanah.
Faktor biotik yang kedua adalah seresah. Seresah adalah sisa-sisa daun yang jatuh di tanah. Tanaman memberikan masukan bahan organik melalui daun-daun, cabang dan rantingnya yang gugur, dan juga melalui akar-akarnya yang telah mati. Serasah yang jatuh di permukaan tanah dapat melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan dan mengurangi penguapan. Tinggi rendahnya peranan serasah ini ditentukan oleh kualitas bahan oraganik tersebut. Semakin rendah kualitas bahan, semakin lama bahan tersebut dilapuk, sehingga terjadi akumulasi serasah yang cukup tebal pada permukaan tanah hutan (Hairiah et.,all, 2005).
Ketebalan seresah yang diukur pada daerah Cangar lebih tebal daripada daerah Jatikerto. Hal ini disebabkan oleh kondisi vegetasi yang ada di Cangar sebagai lahan tanaman tahunan dan Jatikerto sebagai lahan tanaman musiman. Vegetasi-vegetasi yang terdapat di Cangar lebih banyak daripada di daerah Jatikerto, sehingga daun-daun yang jatuh ke tanah lebih banyak. Sedangkan vegetasi yang ada di tanaman musiman di daerah Jatikerto lebih sedikit, hanya di dominasi oleh tanaman tebu. Jadi ketebalan seresahnya lebih sedikit daripada tanaman tahunan.
Dalam pengamatan faktor abiotik tanah yang diamati adalah perbedaan suhu tanah antara daerah Cangar dan daerah Jatikerto. Di daerah Cangar merupakan dataran tinggi, semakin tinggi dataran maka kelembaban juga tinggi yang mengakibatkan suhu tanah lebih rendah. Pada daerah Jatikerto merupakan dataran rendah, dengan demikian kelembaban rendah sehingga suhu tanah lebih tinggi.
4.2.4 PERAN ARTHROPODA TERHADAP EKOSISTEM
Berdasarkan tabel hasil praktikum lapang,ditemukan beberapa arthropoda yang masing masing memiliki peranan penting dalam ekosistem. Adapun peranannya adalah sebagai polinator, vektor, dekomposer, predator, dan netral. Di temukan bahwa kutu kebul adalah spesimen yang memiliki tingkat kelimpahan tinggi di dalam ekosistem plot wilayah Cangar. Kutu kebul yang menempel sebanyak 64 ekor memiliki peran netral. Netral dalam arti kutu kebul memakan daun dan berkembang biak dengan baik di plot tersebut tetapi tidak merugikan siapapun. Plot wilayah Cangar merupakan lahan tanaman tahunan dan tidak ada satupun tanaman budidaya di dalam plot ini. Demikian pula dengan hamayang berjumlah 12 ekor ditemukan di plot wilayah Jatikerto Kutu daunberperan netral di dalam lahan pengamatan.
Kutu daun, kutu kebul, penggerek batang padi dan belalang hijau merupakan serangga yang memiliki potensi besar disebut hama yang ditemukan di plot praktikum lapang wilayah Cangar dan Jatikerto. Apabila spesimen tersebut berada dalam lahan budidaya (pertanian & perkebunan) dengan jumlah populasi yang banyak dapat dipastikan akan merugikan pembudidaya dengan menurunkan kualitas dan kuantitas tanaman budidaya. Hal ini didukung oleh pernyataan yang mengatakan bahwa kutu daun menyerang tunas dan daun muda dengan cara menghisap cairan tanaman sehingga helaian daun menggulung. Kutu menghasilkan embun madu yang melapisi permukaaan daun sehingga merangsang jamur tumbuh (embun jelaga ). Di samping itu, kutu daun juga mengeluarkan toksin melalui air ludahnya sehingga timbul gejala kerdil, deformasi dan terbentuk puru pada helaian daun. Di antara kutu daun yang menyerang tanaman jeruk, kutu daun coklat dan hitam merupakan yang terpenting karena menularkan virus penyebab penyakit Tristeza. Sedangkan kutu kebul juga menyerang daun kemudian menularkan penyakit mozaik pada tanaman misalnya tanaman cabai sehingga menurunkan produktivitas tanaman tersebut (Departemen Pertanian, 2009).
Adapun artrhopoda yang ditemukan sebagai polinator dalam lahan pengamatan adalah kupu kupu , nyamuk , jangkrik dan lalat . Kupu kupu ini berfungsi untuk membantu proses penyerbukan pada tanaman karena kupu kupu tersebut hanya bertujuan mendapatkan nektar yang merupakan sumber makanannya . Jadi secara tidak sengaja serbuk sari menempel pada tubuh serangga dan terbawa saat ia terbang (Satta et.,all, 1998). Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya bahwa ada serangga yang ditemukan yang berperan sebagai predator contohnya laba laba, belalang hijau, semut dan kumbang kubah M. Dalam hal ini mereka memangsa serangga lain yang ada di lahan tersebut, contohnya kumbang kubah M memangsa Aphid sp. Seperti yang dituliskan dalam literatur (Brunet, 2000) bahwa laba laba mempunyai peran penting dalam rantai makanan karena merupakan hewan predator bagi serangga serangga yang ada di sekitarnya, caranya adalah dengan membuat jaring dari benang halus dari perut mereka. Setelah itu mereka akan menunggu mangsa yang datang terjebak sarangnya.
Tingkat keragaman serangga yang sangat tinggi dapat beradaptasi pada berbagai kondisi habitat, baik yang alamiah seperti hutan-hutan primer maupun habitat buatan manusia seperti lahan pertanian dan perkebunan. Tingginya keanekaragaman serangga berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produk pertanian yang dihasilkan. Kestabilan populasi hama dan musuh alaminya umumnya terjadi pada ekosistem alami sehingga keberadaan serangga hama pada pertanaman tidak lagi merugikan. Kenyataan tersebut perlu dikembangkan sehingga mampu menekan penggunaan pestisida untuk menekan serangga hama di lapangan, terutama pada tanaman-tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. (Siswanto & Wiratno, 2001)
Mengingat jumlahnya yang banyak, serangga amat berperan bagi ekosistem dan bagi keberadaan manusia di bumi. Menurut literatur (May Berenbaum, 1995) suka maupun tidak suka, serangga merupakan bagian dimana kita berasal, apa kita sekarang dan apa yang akan kita bentuk. Beberapa contoh dapat disampaikan di sini, seperti penyuburan tanah, siklus nutrisi, propagasi tanaman, polinasi dan penyebaran tanaman, termasuk menjaga struktur komunitas hewan melalui rantai dan jaring makanan (organisme yang memakan dan dimakan). Sebagai kelompok organisme yang amat penting bagi ekosistem, para ahli menyatakan bahwa keberadaan suatu spesies beberapa serangga dinyatakan sebagai “keystone species” misalnya peran rayap dan ulat sebagai dekomposer. Adanya dekomposer yang berlimpah akan menandakan berlimpahnya bahan organik yang terkandung dalam tanah, begitu pula sebaliknya (Gullan dan Cranston, 2005)
Rendahnya keanekaragaman arthropoda disebabkan karena aplikasi pestisida terhadap tumbuh-tumbuhan, pestisida dapat memberikan manfaat bagi tumbuhan tetapi pestisida juga memberikan efek yang negatif terhadapat keberlangsungan kehidupan arthropoda, pestisida dapat menjadi faktor utama menurunnya kelimpahan arthropoda dalam setiap jenjang fungsional yang ada di agroekosistem. Literatur (Flint dan Bosch, 1990) mengemukakan bahwa pestisida tidak hanya bersifat perusak biosfer melalui peracunan langsung dan tidak langsung terhadap organisme tetapi juga dapat mempengaruhi kelimpahan populasi jenis melalui penyederhanaan jaring-jaring makanan dari hewan pada jenjang tumbuh yang lebih tinggi.
penggunaan pestisida dapat membantu menekan populasi hama bila formulasi yang digunakan, waktu dan metode aplikasinya tepat. Namun hal ini sekaligus menimbulkan akibat yang tidak diinginkan diantaranya, hama sasaran berkembang menjadi tahan (resisten) terhadap pestisida dan musuh-musuh alami serangga hama yaitu predator dan parasitoid (organisme non target) juga ikut mati.(Oka, 2005)
4.2.5 Pengaruh Perlakuan Lingkungan Terhadap Tanaman
Dalam usaha budidaya harus diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara ekologi. Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih. Pertumbuhan suatu tanaman yang diproduksi akan selalu dipengaruhi oleh faktor dalam maupun faktor luar dari tanaman itu sendiri. Faktor dalam dari taman itu adalah genetika dari tanaman tersebut yang terekspresikan melalui pertumbuhan sehingga diperoleh hasil, sedangkan faktor luarnya adalah faktor biotik maupun abiotik yang meliputi unsur – unsur yang menjadi pengaruh pada kualitas dan kuantitas produksi alam, antara lain iklim, curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya, kesuburan tanah, serta ada tidaknya hama dan penyakit. Oleh sebab itu, mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tentunya menjadi sangat bermanfaat. Untuk dapat memanfaatkan unsur – unsur tersebut secara optimal maka perlu adanya perlakuan khusus pada tanaman tersebut, antara lain pengolahan tanah, pemilihan bibit atau varietas unggul, pengaturan kebutuhan benih pada petak, pengaturan intenitas cahaya matahari, pengaturan jarak tanam, pengaturan pemupukan, pengaturan air irigasi, pengendalian hama dan penyakit, hingga akhirnya diperoleh hasil panen atau produksi pertanian.(Oka, 2005)
Di dalam tanah keberadaan air sangat diperlukan oleh tanaman yang harus tersedia untuk mencukupi kebutuhan untuk evapotranspirasi dan sebagai pelarut, bersama-sama dengan hara terlarut membentuk larutan tanah yang akan diserap oleh akar tanaman.
Dalam hasil praktikum perlakuan air, diamati tanaman kangkung, dengan dua perlakuan. Pertama penyiraman dengan air 100% yaitu 600 ml dan kedua penyiraman air 50% yaitu 300 ml. Dan dari hasil pengamatan yang didapatkan tanaman kangkung yang mendapat perlakuan air 50% tumbuh lebih baik daripada tanaman kangkung yang mendapat perlakuan air 100%. Tanaman dengan perlakuan air 50% lebih tinggi daripada tanaman dengan perlakuan air 100%, begitu pula dengan jumlah daun pada tanaman dengan perlakuan air 50% lebih banyak daripada jumlah daun pada tanaman dengan perlakuan air 100%. Hal ini disebabkan penyiraman air 100% yaitu sebanyak 600 ml melebihi tingkat kebutuhan air yang dibutuhkan tanaman kangkung. Sehingga tanaman yang mendapat perlakuan air 100% ini tidak bisa tumbuh dengan baik dan lama-kelamaan mengalami pembusukan. Sedangkan tanaman kangkung yang mendapat perlakuan air 50%, memperoleh pasokan air yang sesuai dengan kebutuhannya sehingga dapat tumbuh lebih baik.
Sesuai literatur (Buckman and Brady, 1982) disebutkan bahwa keberadaan air berdasarkan klasifikasi biologi air di dalam tanah ada tiga bentuk yaitu : air kapasitas kelebihan (jenuh), air kapasitas lapang (tersedia) dan air tidak tersedia (titik layu). Pada umumnya kelebihan air tidak menguntungkan tanaman karena pada kondisi air dengan drainase berlebihan (banjir ataupun tergenang) pada periode yang lama akan berdampak buruk pada aerasi tanah. Akar tanaman lama-kelamaan akan membusuk dan aktivitas mikroba aerobik seperti bakteri nitrifikasi dan bakteri amonifikasi akan terhenti sama sekali (Hanafiah, 2004).
Pada perlakuan cahaya, diamati tanaman sorgum dengan dua jenis perlakuan yaitu ternaungi dan tidak ternaungi. Dari hasil pengamatan, tanaman sorgum yang mendapat perlakuan ternaungi tumbuh lebih pendek daripada tanaman sorgum yang mendapat perlakuan tidak ternaungi. Hal ini disebabkan oleh kelalaian praktikan dalam penyiraman. Pasokan air yang didapat tanaman sorgum ternaungi lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman sorgum yang tidak ternaungi. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa cahaya merupakan faktor utama sebagai energi dalam fotosintesis, untuk menghasilkan energi. Kekurangan cahaya akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan. Kekurangan cahaya pada saat pertumbuhan berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi, dimana batang kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran lebih kecil, tipis, pucat. (Buckman and Brady, 1982)
Pengaruh cahaya bukan hanya tergantung kepada fotosintesis (kuat penyinaran) saja, namun ada faktor lain yang terdapat pada cahaya, yaitu berkaitan dengan panjang gelombangnya. Penelitian yang dilakukan oleh Hendrick & Berthwick pada tahun 1984, menunjukan cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah pada spectrum merah dengan panjang gelombang 660 nm.
Percobaan dengan menggunakan spectrum infra merah dengan panjang gelombang 730 nm memberikan pengaruh yang berlawanan. Substansi yang merspon spectrum cahaya adalah fitakram suatu protein warna pada tumbuhan yang mengandung susunan atom khusus yang mengabsorpsi cahaya.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba.Dalam pengelolahan agroekosistem, data vegetasi meliputi tanaman budidaya maupun tumbuhan yang tumbuh di ekosistem.
Hasil dari pengamatan di dua tempat yang berbeda menunjukkan bahwa dari dataran rendah, dataran sedang kemudian dataran tinggi, suhu udara menurun dan pada suhu tanah suhunya semakin menurun juga. Hal ini dikarenakan pengukuran suhu tanah di lahan Jatikerto dilakukan pada saat setelah terjadi hujan. Radiasi matahari pada setiap tempat yang diamati juga berbeda. Faktor ketinggian tempat mempengaruhi perbedaan suhu dan radiasi matahari pada lahan-lahan tersebut.
Keragaman vegetasi dan arthropoda pada ke dua tempat (Jatikertodan Cangar) terjadi disebabkan adanya perbedaan iklim dan tanaman yang dibudidayakan. Pada lahan malang didominasi oleh rerumputan karena merupakan lahan kosong atau bukan lahan budidaya, sedangkan lahan jatikerto dan cangar merupakan lahan budidaya sehingga dirawat dengan baik oleh manusia. Lahan budidaya juga didominasi oleh tanaman utama. Daerah jatikerto didominasi oleh tanaman kopi dan lahan cangar didominasi oleh tanaman x
5.2 Saran
Sebaiknya dalam pelaksanaan fieldtrip atau praktikum semua peserta praktikan dapat dalam kondisi kondusif selama praktikum berlangsung
DAFTAR PUSTAKA
Bargumono. 2012. Ekologi Pertanian. Fakultas Pertanian UPN : Yogyakarta.
Bonkowski, M., Griffiths, B., Scrimgeoure. 2000. Substrate heterogenity and microfauna in soil organic ‘hotspots’ as determinants of nitrogen capture and growth of ryegrass. Appl. Soil Ecolo. 14: 37-53.
Buckman and Brandy.1989 . Fisiologi Tumbuhan. Wadsworth Publishing, Inc , Colorado State.
Departemen Pertanian,2009. Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian. Jakarta:Press
FAO.1976.Agricultural and Hoerticultural Seed.Jakarta:Press.
Flint, M.L. and R. Van den Bosch. 1981. Introduction to Integrated Pest Management.Plenum Press. N.Y. II.
Gardi, C. dan Jeffrey S., 2009. Soil Biodiversity. European Commission Joint Research Centre, Institute for Enviromentaland Sustainability, Land Management and Natural Hazards Unit.
Gullan PJ, Cranston PS.2005.The Insects An Outline of Entomology.Wiley Blackwell.Oxford.
Hairiah,2005. Ilmu Tanah. Jakarta.Agromedia Pustaka
Hakim,N,M,Y.AM.Lubis,Nugroho.1986.Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Lampung. Penerbit: Universitas Lampung
Hanafiah,K.A.2004.Rancangan Percobaan Teori dan Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta:Raja Grafindo Persada
Hanum, Chairani.2009. Ekologi Tanaman. USU Press : Medan
Haryati,1992.Pengaruh Air terhadap Pertumbuhan Tanaman.Medan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara.
Jeffrey S, Gardi C, Jones A, Montanarella L, Marmo L. Miko L, Ritz K, Peres G, Rombke J, var der Putten WH. 2010. European Atlas of Soil Biodiversity. European Commission, Publication Office of the European Union.
Kartasapoetra, A. G. 1990. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Untuk Merehabilitasinya. Bina Aksara : Jakarta.
Kurniawan.2008.Analisis Ekonomi Pertanian.Jakarta:Press.
May, Barenbaum.1995. Biology Critical. United States
Notohadiprawiro,T.1998.Tanah dan Lingkungan.Jakarta.Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Budaya
Moore, J. C. And Water D. E, 1988. Arthropod Regulation of micro and Mesobiota in below ground food webs. Annual Review of Entomology 33: 419-439.
Oka.L.N.2005.Pengendalian Hama Terpadu di Indonesia.Gadjah Mada University Press
Retnaningsih, Tri Soeprobowati. 2011. Ekologi Bentang Lahan. Laboratorium Ekologi dan Biosistematik FMIPA Undip.Vol. 13, No. 2, Hal. 4.
Resosoedarmo,R.S.1985. Pengantar Ekologi. Remaja Karya :Bandung.
Sangadji, S. 2001. Pengaruh Iklim Tropis di Dua Ketinggian Tempat yang Berbeda Terhadap Potensi Hasil Tanaman Soba (Fagopyrum esculentum Moench.).Tesis. IPB, Bogor.
Siswanto dan Wiratno,2001.Biodervitas Serangga pada Tanaman Panili. Perhimpunan Entonologi Indonesia.Bogor
Soemarno.2010.Ekologi tanah. Bahan kajian MK. Manajemen Agroekosistem FPUB.
Winanti,1996.Keseimbangan Air. Yogyakarta:Majelis Press
http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/26025/b67ccea3e7c78f9c070e0d32560f48f9.
Comments
Post a Comment